Bogor, 30 Juni 2016. Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak Pemerintah Indonesia segera menyelesaikan konflik antara Masyarakat Adat Muara Tae dengan perkebunan kelapa sawit PT Borneo Surya Mining Jaya (PT. BSMJ), First Resources Group. Desakan ini disampaikan paska terjadinya intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap masyarakat adat yang menolak pelepasan hutan adat Dayak Benuaq di Muara Tae menjadi konsesi perkebunan sawit.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadi ancaman serius atas kehancuran wilayah adat di kampung Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat. Tekanan bertubi-tubi memaksa masyarakat adat untuk terus berjuang menyelamatkan hutan yang masih ada. Berbagai upaya telah mereka lakukan, melaporkan kepada Pemerintah Daerah, Komnas HAM, sampai mengirim surat ke Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Environmental Investigation Agency (EIA) dan Forest Watch Indonesia (FWI), bahkan pernah memfasilitasi masyarakat adat Muara Tae untuk menyampaikan keberatan kepada RSPO dan Ciliandra Fangiono, pemilik PT. BSMJ, atas dampak negatif yang timbul oleh aktifitas perusahaan tersebut.

Masrani Tran sebagai perwakilan masyarakat dan salah satu tokoh masyarakat Muara Tae menyatakan, “Penolakan atas ekspansi perusahaan sudah berulang kali kami sampaikan, namun pemerintah tidak kunjung memberikan solusi”. “Pemerintah lebih berpihak pada perusahaan, kami malah dianggap tidak mendukung program pemerintah. Bahkan sekarang kami mendapat ancaman pembunuhan dari sekelompok masyarakat yang mendukung perusahaan”, tegas Masrani.

“Penolakan atas ekspansi perusahaan sudah berulang kali kami sampaikan, namun pemerintah tidak kunjung memberikan solusi”. “Pemerintah lebih berpihak pada perusahaan, kami malah dianggap tidak mendukung program pemerintah. Bahkan sekarang kami mendapat ancaman pembunuhan dari sekelompok masyarakat yang mendukung perusahaan”, tegas Masrani.

Peta_Situasi_Wilayah_Adat_Muara_Tae_vs_Konsesi_30Juni_JPIK_FWISengketa lahan yang terjadi di Muara Tae merupakan contoh dari sekian banyak permasalahan tenurial yang belum mampu diselesaikan pemerintah. Kajian yang dilakukan FWI menunjukkan setidaknya ada 4 (empat) perusahaan yang menjadi ancaman terhadap kelestarian hutan alam dan keutuhan wilayah adat Muara Tae. Praktik-praktik yang dilakukan oleh perusahaan skala besar, terutama kelapa sawit tidak hanya menimbulkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan, tetapi telah mendorong terjadinya konflik horizontal antar masyarakat. Kondisi ini tentu saja disebabkan oleh lemahnya kapasitas pemerintah dalam mengurus dan mengelola sumber daya hutan di Indonesia.

Direktur Forest Watch Indonesia, Christian Purba menyatakan, “Pemerintah pusat dan daerah segera melakukan aksi nyata menyelesaikan tumpang tindih kepemilikan lahan di Muara Tae untuk mencegah eskalasi konflik semakin tinggi hingga memakan korban”. “Pembenahan perizinan di sektor perkebunan sawit dengan melakukan review dan audit terhadap izin-izin yang berkonflik dengan wilayah-wilayah adat dan merusak ekosistem hutan adalah langkah berikutnya. “Kedepan proses pemberian izin haruslah terbuka, sehingga dapat menghindari timbulnya konflik tenurial”, tegas Christian.

Konflik yang berkepanjangan yang terjadi di kampung Muara Tae adalah contoh nyata atas ketidak berpihakan Pemerintah kepada masyarakat adat. Kehadiran sejumlah perusahaan di wilayah Muara Tae menjadi pemicu terjadinya konflik sampai saat ini. “Pemerintah harus melindungi warganya dan segera menangani ancaman yang dihadapi masyarakat adat Muara Tae. “Tidak bersikap diskriminatif atau mengistimewakan kepentingan pihak tertentu” ujar Muhamad Kosar, Dinamisator Nasional JPIK.

Muhamad Kosar, mendesak pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang harus menjadikan kasus ini sebagai momentum terlaksananya resolusi konflik. “Pemerintah harus menunjukan keseriusannya dalam menangani kasus ini dan menjadikan pintu masuk bagi efektivitas pengawasan dan penegakan hukum”.

 

Kontak Untuk Wawancara:

Masrani Tran, Tokoh Masyarakat Adat Muara Tae; +62 822 5527 4194; petinggimuaratae@gmail.com
Christian Purba, Direktur Eksekutif FWI, +62 812 1105 172; bob@fwi.or.id
Muhamad Kosar, Dinamisator Nasional JPIK, +62 813 1872 6321; mkosar@fwi.or.id

 

Catatan Editor:

Didirikan pada tahun 1992 dan terdaftar di Bursa Singapura sejak 2007, First Resources adalah salah satu produsen minyak sawit terkemuka, mengelola lebih dari 200.000 hektar perkebunan kelapa sawit di Riau, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, Indonesia selengkapnya tentang First Resources dapat dilihat melalui link berikut ini: http://www.first-resources.com/about.php?pc=profile
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) telah menjadi rujukan standar untuk produksi minyak sawit berkelanjutan dunia. RSPO mendorong keterbukaan, patuh hukum, kelayakan ekonomi, kaidah layak pengelolaan kebun dan pabrik, tanggung jawab lingkungan dan keragaman hayati, tanggung jawab sosial dan masyarakat, tanpa deforestasi dan perbaikan tiada henti. Informasi tentang keanggotaan First Resources di RSPO dapat dilihat melalui link berikut ini: http://www.rspo.org/members/193/first-resources-limited
Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.
JPIK adalah Jaringan Pemantau Independen Kehutanan yang telah disepakati dan dideklarasikan pada tanggal 23 September 2010, beranggotakan 69 LSM dan Jaringan LSM dari Aceh sampai Papua. Pembentukan JPIK sebagai wujud dari komitmen untuk ikut berkontribusi aktif dalam mendorong tata kepemerintahan kehutanan yang baik dengan memastikan kredibilitas dan akuntabilitas dari implementasi SVLK.

 

Peta Situasi Muara Tae Ukuran Besar

Peta_Situasi_Wilayah_Adat_Muara_Tae_30Juni_JPIK_FWI

 

Lampiran:

Siaran Pers dalam format word (doc)
Siaran Pers dalam format PDF
Presiden Jokowi Didesak untuk Instruksikan Penghentian Intimidasi dan Ancaman Pembunuhan terhadap Masyarakat Adat Muara Tae