[vc_row top_and_bottom_padding=”” left_and_right_padding=”” bg_type=””][vc_column delay=”” delay_offset=”” bg_type=”” min_height=”” top_and_bottom_padding=”” left_and_right_padding=”” width=”1/1″][text]
Data Pemantauan 2014 – 2017
[/text][divider direction=””][clear by=”15px” id=”” class=””][/vc_column][/vc_row]
No | Perusahaan | Lokasi | Jenis Sertifikasi | Rujukan Standard | Lembaga Sertifikasi | No Sertifikat | Masa Berlaku | Temuan |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | PT Toba Pulp Lestari (TPL) | Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara | PHPL | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT SBU Sucofindo ICS | PHPL 00001 | 25 Oktober 2010 - 24 Oktober 2013 | Hasil pemantauan lapangan menunjukkan beberapa ketidaksesuaian terhadap indikator yang meliputi: a. Indikator 3.1 – Pelaku usaha tidak mengalokasikan kawasan lindung di wilayah konsesinya. Ditengarai hal ini mengakibatkan terjadinya tanah longsor di Desa Sabulen dan Desa Buntu Mauli, Kecamatan Sitiotio, Kabupaten Samosir pada bulan April 2010. b. Indikator 3.2 – Pelaku usaha gagal melakukan perlindungan dan pengamanan hutan termasuk perlindungan dari hama penyakit. Hama yang menyerang pohon eucalyptus disinyalir juga menyerang pucuk daun pohon kemenyan warga yang berada di sekitar konsesi sehingga terjadi penurunan produk menyan. c. Indikator 4.1 – Batas kelola pelaku usaha dengan kawasan masyarakat yang tidak ditata secara jelas mengakibatkan hutan masyarakat diubah menjadi hutan tanaman industri (HTI) secara sepihak. d. Indikator 4.2 – Pelaku usaha tidak pernah melakukan sosialisasi terkait pemenuhan hak dan kewajiban perusahaan terhadap masyarakat hukum adat. Tidak ada kesepakatan/perjanjian bersama antara warga dan pelaku usaha terkait perencanaan dan implementasi pengelolaan kawasan hutan, baik yang diklaim sebagai kawasan konsesi maupun hutan adat. Hasil pemantauan JPIK Sumatera Utara menguatkan hasil pemantauan oleh Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) yang mengajukan keberatan atas hasil sertifikasi PT TPL6. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi PT TPL dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
2 | PT Telaga Mas Kalimantan Company (TMKC) | Kabupaten Paser, Kalimantan Timur | PHPL | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT Ayamaru Bakti Pertiwi | 01/A-CERTIIX/2010 | 6 September 2010 - 5 September 2013 | Beberapa temuan lapangan yang menunjukkan ketidaksesuaian terhadap indikator, meliputi : a. Indikator 3.2 – Pelaku usaha melakukan penebangan di areal hutan lindung Gunung Lumut. b. Indikator 3.2 – Limbah perusahaan berupa sisa oli dan besi bekas peralatan penebangan ditemukan di Sungai Temulus, Sungai Payam, dan Sungai Pamarayan; serta menyebabkan air sungai berwarna hitam. c. Indikator 3.2 – Pelaku usaha tidak merehabilitasi areal bekas TPN dan camp. d. Indikator 3.2 – Kegiatan penebangan menyebabkan erosi dan tidak pernah melakukan kegiatan pencegahan erosi. e. Indikator 4.1 – Penataan batas wilayah konsesi dengan masyarakat Desa Sayo belum sepenuhnya tuntas. f. Indikator 4.3 – Pelaku usaha tidak memberikan bantuan akses jalan kepada masyarakat. g. Indikator 4.5 – Karyawan dan buruh pekerja tidak mendapatkan pelatihan. JPIK kemudian melakukan pemeriksaan informasi terkait konsultasi publik, dan didapati bahwa konsultasi publik dilaksanakan di Samarinda (Kantor BP2HP). JPIK menilai bahwa sebagian peserta konsultasi publik tersebut adalah pihak yang tidak relevan. JPIK tidak menyampaikan keberatan atas hasil pemantauan sertifikasi PT TMKC. Pengalaman dari hasil pemantauan sertifikasi PT TMKC dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
3 | PT Albasia Bhumipala Persada (ABP) | Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT BRIK | BRIK-VLK-0016 | 10 Mei 2011 - 9 Mei 2014 | Hasil pemantauan menunjukkan adanya sejumlah ketidaksesuaian terhadap standard VLK industri, sebagai berikut: a. Indikator 1.1.1 – Pelaku usaha tidak menjalankan kewajibannya untuk melaporkan hasil pelaksanaan UKL-UPL dan laporan RKL-RPL setiap enam bulan sekali kepada BLH Temanggung. b. Tidak tersedianya dokumen rencana dan implementasi prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3). c. Belum ada pengesahan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Temanggung terkait pemenuhan kelengkapan K3. Laporan pemantauan disampaikan kepada Sekretariat Nasional JPIK Agustus 2013 namun laporan keluhan terhadap PT BRIK belum disampaikan. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi PT ABP dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
4 | PT Bahana Lestari Bhumipala Persada (BLBP) | Kabupaten Batang, Jawa Tengah | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT BRIK | BRIK-VLK-0030 | 9 September 2011 - 8 September 2014 | Hasil pemantauan pada Mei 2011 menunjukkan adanya sejumlah ketidaksesuaian terhadap standard VLK industri sebagai berikut: a. Karyawan tetap dan karyawan kontrak diharuskan bekerja pada hari libur nasional tanpa mendapatkan upah lembur. b. Karyawan kontrak tidak mendapatkan jaminan keselamatan kerja 16, serta tidak diberikan santunan karyawan yang mengalami kecelakaan kerja. c. Pelaku usaha tidak memberikan pesangon PHK. d. Aktivitas pembakaran serbuk gergaji kayu mengakibatkan pencemaran udara. e. Pelaku usaha tidak pernah meminta surat rekomendasi izin HO kepada Kepala Desa Suradadi. Dalam standard VLK Industri berdasarkan Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 belum mengatur indikator terkait hak-hak pekerja dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta izin HO belum menjadi verifier sehingga temuan tidak ditindaklanjuti sebagai keluhan. Hasil pemantauan pada Juni 2013 oleh JPIK Jawa Tengah menemukan adanya ketidaksesuian dalam standard legalitas dan temuan lainnya seperti: a. Indikator 1.1.1 – PT BLBP tidak menjalankan kewajibannya untuk melaporkan hasil pelaksanaan UKL-UPL setiap enam bulan sekali kepada BLH Kabupaten Batang. b. Implementasi K3 belum sepenuhnya dilakukan. c. Tempat/bak rendaman kayu airnya tidak pernah diganti sehingga menimbulkan bau yang mengganggu terhadap kenyamanan pekerja. d. Sering terjadi kebocoran pada cerobong mesin pembuangan asap yang mengakibatkan pencemaran udara. Laporan pemantauan disampaikan kepada Sekretariat Nasional JPIK pada Agustus 2013 20 dan belum disampaikan keluhan kepada LVLK terkait. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi PT BLBP dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
5 | PT Decorindo Inti Alam Wood (DIAW) | Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI–Set/2009 | PT Mutu Agung Lestari | LVLK-003/MUTU/LK-023 | 14 September 2011 - 13 September 2014 | Beberapa temuan yang didapatkan meliputi: a. Pengelolaan limbah ditengarai belum memenuhi ketentuan pengelolaan limbah; hal ini terlihat dari limbah yang dibuang langsung ke sungai. b. Perusahaan tidak memperkerjakan masyarakat sekitar. c. Dalam dokumen ringkasan publik, LP&VI tidak mencantumkan informasi mengenai auditor (nama, jabatan, dan nomor registrasi) serta tidak menjabarkan hasil penilaian dari setiap verifier. JPIK Kalimantan Selatan mengalami kesulitan dalam mengakses informasi publik termasuk dokumen AMDAL, karena instansi pemerintah daerah menyatakan tidak memiliki dokumen tersebut. Pemantau juga tidak mendapatkan akses untuk masuk ke lokasi industri. JPIK Kalimantan Selatan tidak menindaklanjuti hasil pemantauan melalui laporan keluhan. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi PT DIAW dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
6 | PT Tatehe Nusa Jaya (TNJ) | Kota Palu, Sulawesi Tengah | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI–Set/2009 | PT BRIK | BRIK-VLK-0020 | 27 Juni 2011 - 26 Juni 2014 | Dari hasil pemantauan, tidak terdapat temuan indikasi ketidaksesuaian. Adapun mengingat proses verifikasi berlangsung pada 7 – 9 Maret 2011, maka seharusnya rujukan standard yang digunakan adalah Perdirjen BPK P.02/VI-BPPHH/2010. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi PT TNJ dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan sistem verifikasi legalitas kayu. |
7 | PT Seng Fong Moulding Perkasa (SFMP) | Kabupaten Jombang, Jawa Timur | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI–Set/2009 | PT TUV Rheinland Indonesia | TRID-SVLK-0001 | 6 November 2010 – 5 November 201 | Hasil pemantauan menunjukkan adanya sejumlah ketidaksesuaian dan temuan lain, sebagai berikut: a. Indikator 1.1.1 – Perluasan yang telah berlangsung dari tahun 2003 belum memiliki AMDAL (belum selesai). Selain itu, tidak ada laporan rutin UPL/UKL ke BPLH. b. Indikator 1.1.1 – Dokumen AMDAL awal (2008) tidak menyatakan adanya limbah cair. Faktanya, pelaku usaha menghasilkan limbah cair dan langsung dibuang ke sungai serta ditengarai tidak memiliki instalasi. Pada waktu tertentu, buangan air berbau tajam, berwarna hitam kecoklatan, terasa bergetah, serta menimbulkan bercak hitam pada tanaman sungai. c. Pembuangan limbah padat dan cair ditengarai tanpa proses pengolahan dan adanya pencemaran udara hasil pembakaran. Sampah tidak dibuang ke TPA (tidak dikelola) dan bercampur dengan sampah domestik. d. Asap pembakaran menyebabkan pencemaran udara yang membuat mata perih dan bercak kekuningan di baju. e. Penyempitan sempadan sungai di dalam kawasan industri serta mengakibatkan banjir melanda sawah dan rumah warga. f. Tumpukan limbah kayu industri di Desa Temuwulan menyebabkan bau tak sedap. Limbah domestik dan buangan serbuk putih (ditengarai penghalus kayu, mudah terbakar, masuk kategori limbah B3) tidak dicantumkan dalam AMDAL dan dibuang di Desa Jatipelem. |
8 | PT Hasnur Jaya Utama (HJU) | Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah | VLK Hutan (Resertifikasi) | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT Ayamaru Certification | 08/A-SERT/VLK/I/2013 | 4 Januari 2013 - 3 Januari 2016 | Konsultasi publik dengan pihak terkait disebut dilaksanakan di Desa Misim, tetapi nama desa tersebut tidak termasuk dalam Kabupaten Barito Selatan ataupun Kabupaten Tabalong. JPIK Kalimantan Tengah mengajukan keluhan pada lembaga sertifikasi pada 8 Januari 2013, akan tetapi belum mendapatkan tanggapan. Pengalaman hasil pemantauan sertifikasi HJU dirangkum dalam masukan JPIK untuk perbaikan konsultasi publik dalam pelaksanaan verifikasi legalitas kayu. |
9 | PT Gaung Satyagraha Agrindo (GSA) | Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah | VLK Hutan | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT Mutu Hijau Indonesia | 0004/MHI-VLKH | 7 Desember 2012 - 6 Desember 2015 | Hasil pemantauan menunjukkan adanya sejumlah ketidaksesuaian, sebagai berikut: a. JPIK Kalteng menghadiri undangan konsultasi publik pada tanggal 21 November 2012, tetapi tidak ada pelaksanaan konsultasi publik sesuai pemberitahuan. b. Tidak adanya publikasi ringkasan hasil penilaian PT GSA di website PT MHI dan website Kemenhut. |
10 | PT Budi Lampung Sejahtera (BLS) | Kabupaten Way Kanan, Lampung | PHPL | Tidak ditemukan | PT SBU Sucofindo ICS | Tidak ditemukan | Tidak ditemukan | Hasil pemantauan menunjukkan adanya sejumlah ketidaksesuaian, sebagai berikut: a. Tata batas belum jelas dengan masyarakat tiga desa (Desa Tanjung Serupa, Desa Serupa Indah, dan Desa Bakti Negara Kecamatan Pakuan Ratu). b. Pembuangan limbah (hitam dan berbau tajam) dari kolam limbah III langsung ke rawa. Temuan ini berbeda dengan laporan KLH Way Kanan. c. Pelaku usaha tidak melakukan identifikasi terhadap potensi flora dan fauna di sekitarnya. Temuan lainnya adalah terdapat jarak tanaman karet dengan pinggir sungai yang tidak memenuhi ketentuan. d. Adanya konflik dengan masyarakat Way Kanan di tiga desa definitif (Desa Tanjung Serupa, Desa Serupa Indah, dan Desa Bakti Negara di Kecamatan Pakuan Ratu). Masyarakat mendapatkan intimidasi dikeluarkan dari desa dan penuduhan perambah hutan. e. Masyarakat tidak pernah menerima dana tanggung jawab perusahaan. Tidak ada perbaikan jalan umum yang digunakan perusahaan. f. Pengajuan akses informasi dokumen RKU dan RKT kepada pihak perusahaan, Pemda, dan Pemprov tidak mendapatkan persetujuan. g. Terdapat kejadian yang ditengarai kriminalisasi karyawan. Delapan karyawan yang dipenjarakan pada 2010-2011 menyatakan difitnah atas tuduhan pencurian oleh perusahaan. h. Izin pabrik karet PT BLS bukan berada di dalam kawasan hutan Register 46 tetapi berada di luar kawasan hutan (Desa Tanjung Raja Giham Kecamatan Blambangan Umpu), namun faktanya pabrik berada di areal konsesi PT BLS. i. Tidak terdapat pengumuman publik berupa ringkasan hasil penilaian PT BLS. |
11 | PT Karya Jaya Berdikari (KJB) | Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku | VLK Hutan | Perdirjen BPK P.6/VI–Set/2009 | PT SBU Sucofindo ICS | VLK-00064 | 5 Desember 2011 - 4 Desember 2014 | Beberapa temuan terkait ketidaksesuaian dengan indikator meliputi: a. Indikator 3.1.2 – Perjanjian antara perusahaan dengan masyarakat belum direalisasikan, yaitu: membantu membangun dan merehabilitasi perumahan penduduk, membentuk sebuah unit usaha berupa koperasi yang dikelola masyarakat, memperbaiki jalan penghubung yang rusak berat di Desa Wermatang. Sementara itu, upah buruh potong kayu dibawah UMR. b. Masyarakat Yamdena menolak adanya HPH karena kerentanan bentang alam untuk dikelola sebagai areal konsesi (perbaikan terhadap sifat fisik tanah sangat sulit). Hasil penelitian juga menunjukkan terjadinya penurunan jenis burung endemik sejak beroperasinya beberapa IUPHHK. c. Penataan batas baru dilakukan pada areal konsesi yang berbatasan dengan wilayah Cagar Alam Nusantara dan Suaka Margasatwa Tanimbar, sementara batas dengan wilayah masyarakat belum dilakukan. d. Perusahaan membukaan areal pembibitan di area keramat. e. Perusahaan tidak berusaha menyelesaikan konflik dengan masyarakat terkait pembukaan areal pembibitan di tempat keramat. f. Sosialisasi keberadaan perusahaan tidak dilakukan kepada masyarakat namun pada awal 2009, hanya kepada beberapa kepala desa. |
12 | PT Panca Usaha Palopo Plywood (PUPP) | Kabupaten Luwu, Sulawesi Selata | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI–Set/2009 | PT Mutu Agung Lestari | LVLK-003/MUTU/LK-031 | 29 November 2011 - 28 November 2014 | Beberapa temuan lapangan terkait ketidaksesuaian verifier dalam standard meliputi: a. Indikator 1.1.1 – Belum ditemukan perpanjangan SIUP perusahaan dalam Daftar Registrasi SIUP dan TDP Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan. SIUP berakhir pada 5 April 2012. b. Indikator 1.1.1 – Belum ada proses perpanjangan TDP dan belum tercatat di Buku Daftar Registrasi SIUP dan TDP Tahun 2012 Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan. c. Indikator 1.1.1 – No NPWP yang dituliskan di surat izin berbeda dengan no NPWP yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, yaitu NPWP 2002 1.211.417.4-028 dan NPWP 1994 1.211.614.4803. d. Indikator 1.1.1 – Dokumen AMDAL tidak dapat diakses. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan PT PUPP buruk terutama buangan limbah dan kebisingan. |
13 | PT Rimba Hutani Mas (RHM) | Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan | PHPL | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT Equality Indonesia | 003/EQC-PHPL/XI/2010 | 12 Oktober 2012- 11 Oktober 2015 | Beberapa indikasi ketidaksesuaian terhadap indikator PHPL yang ditemukan di lapangan adalah: a. Indikator 1.1.3 – Penerbitan SK Menhut (SK No. 90/Menhut-II/2007 tanggal 27 Maret 2007) mengenai peruntukan areal hutan produksi + 67.100 Ha untuk PT RHM mengabaikan rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan dan Bupati Musi. b. Indikator 3.2.4 – Penebangan dilakukan pelaku usaha di kawasan rawa gambut. c. Indikator 3.3.6 – Lokasi pengumpulan kayu alam sisa land clearing PT RHM menggunakan bantaran Sungai Merang, serta pembuatan kanal (4-20 meter, kedalaman 9 meter) merusak ekosistem gambut dan mengubah aliran sungai. d. Indikator 3.3.6 – Pendangkalan sungai dan penurunan kualitas air di Sungai Buring (anak Sungai Lalan) yang biasa dimanfaatkan masyarakat Desa Merang. e. AMDAL tahun 2006 hanya pada areal 66.055 Ha padahal masih terdapat areal seluas 1.045 Ha yang tidak ditinjau sesuai SK Menhut. |
14 | PT Lestari Asri Jaya (LAJ) | Kabupaten Tebo, Jambi | VLK Hutan | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2012 | PT Equality Indonesia | 032/EQC-VLK/II/2013 | 19 Februari 2013-18 Februari 2016 | Beberapa temuan yang didapat selama pemantauan berlangsung adalah sebagai berikut: a. Indikator 4.1.2 – Terjadi bentrok pada 6 April 2013, menyebabkan terlukanya empat orang petani Tujuh Koto Ilir, Kabupten Tebo. Bentrok terkait pengambilalihan pengelolaan lahan eks HPH oleh PT LAJ dari petani setempat. b. Masyarakat tidak diikutsertakan dalam proses penataan batas konsesi. |
15 | CV Surya Agung Mandiri (SAM) | Kota Surabaya, Jawa Timur | VLK Industri | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT SBU Sucofindo | VLK 00144 | 19 November 2012 - 18 November 2015 | Hasil pemantauan menunjukkan adanya beberapa ketidaksesuaian dengan standard VLK, seperti: a. Indikator 1.1.1 – Pelaku usaha tidak pernah memberi pelaporan UPL (setiap enam bulan). Kesanggupan untuk menanam pohon di sekitar lokasi pabrik sebagaimana tertuang dalam UKL-UPL tidak dilakukan. b. Pembakaran sampah atau sisa hasil produksi masih dilakukan, bertentangan dengan rekomendasi UKL-UPL. c. Penanganan limbah B3 tidak dilakukan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan |
16 | PT Bina Silva Nusa (BSN) | Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat | PHPL | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT Multima Krida Cipta (MKC) | MKC-SPHPL-001 | 19 November 2010 - 18 November 2013 | Beberapa temuan lapangan terkait pemenuhan indikator meliputi: a. Indikator 4.2.2 – Ditengarai tidak adanya sosialisasi pemahaman kepada masyarakat sekitar mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. b. Indikator 4.2.3 – Terdapat implementasi pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat, akan tetapi tidak dilakukan secara menyeluruh. c. Indikator 4.4.1 – Masyarakat tidak mengetahui keberadaan rencana pemanfaatan sumberdaya hutan yang telah mengakomodir hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan setempat terkait sumber daya hutan. d. Indikator 4.4.2 – Upaya pelibatan masyarakat yang minim dalam rencana kerja pelaku usaha. e. Indikator 4.4.3 – Hak dasar masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya hutan tidak terakomodir. f. Indikator 4.4.4 – Tidak terealisasinya akomodasi hak dasar masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan. |
17 | PT Puji Sempurna Raharja (PSR) | Kabupaten Berau, Kalimantan Timur | PHPL | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT Nusa Bhakti Mandiri | 010-PHPL-NBM | 25 Mei 2012 – 24 Mei 2017 | Ditemukan bahwa terdapat pelanggaran mendasar, yaitu PT PSR tidak berhak untuk mengajukan sertifikasi karena izinnya sudah tidak berlaku lagi, sebagai berikut: a. Indikator 1.1.1 – Izin/Hak Pengelolaan telah berakhir pada tahun 2010 dan pada saat sertifikasi belum ada persetujuan Pemda Kabupaten/Provinsi untuk perpanjangan izin usaha. b. Indikator 1.4.2 – Sejak tahun 2010 tidak ada aktifitas kerja di lapangan. Sehingga keberadaan tenaga teknis di berbagai bidang tidak mencukupi. c. Indikator 1.5.1 – Proses PADIATAPA tidak dijalankan secara partisipatif, hanya melibatkan wakil masyarakat yang dipilih oleh pelaku usaha. d. Indikator 2.1.2 – Aktivitas penilaian menggunakan RKT 2010, seharusnya menggunakan RKT 2012. e. Indikator 2.1.3 – Tapal batas, petak, dan blok terlihat baru dibuat, ditengarai hal tersebut dimaksudkan sebagai modus pemenuhan hasil penilaian lapangan terlihat baik. f. Indkator 2.3 – Penilaian tahun 2012 tidak layak menggunakan SOP TPTI 2009/2010. g. Indikator 2.5 – Realisasi penebangan 2012 berdasarkan RKT 2009/2010. h. Indikator 2.6 – Penilaian baik terhadap poin 2.6 pada tahun terakhir hanya mengacu pada 2007 – 2009 dan baru diberi penilaian pada tahun 2012. i. Indikator 3.3.6 – Banyak terjadi kerusakan lingkungan, yaitu sungai semakin keruh dan berwarna kemerah-merahan. j. Indikator 4.1.2 – Tata batas dan plang baru dibuat dan masyarakat tidak terlibat dalam pelaksanaannya k. Indikator 4.2 – Keberadaan perusahaan tidak memberikan dampak kepada pembangunan dan pemberdayaan desa. Perusahaan tidak memberikan sumbangan rutin bagi kegiatan desa (5 tahun terakhir). l. Pengambil alihan pengelolaan lahan oleh masyarakat terhadap areal PT PSR pasca dicabutnya izin, mendapatkan intimidasi dari pihak perusahaan dengan menggunakan pasukan pengamanan perusahaan dan polisi. |
18 | PT Wanagalang Utama (WU) | Kabupaten Sorong Selatan, Maybrat dan Teluk Bintuni, Papua Barat | PHPL | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT Sarbi International Certification | 15-SIC-04.01 | 7 Januari 2012 – 6 Januari 2015 | Temuan terkait pemenuhan indikator pada Indikator 1.1 yaitu Izin/Hak Pengelolaan PT WU telah berakhir 21 Mei 2012. Belum ada persetujuan Pemda Kabupaten/Provinsi untuk perpanjangan izin usaha. |
19 | PT Adimitra Lestari (AL) | Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur | VLK | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT Sarbi International Certification | - | Tidak memenuhi standard verifikasi legalitas kayu | Temuan yang didapat selama pemantauan adalah PT Sarbi International Certification tidak melakukan pengumuman publik rencana audit selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari pelaksanaan. Pada Desember 2011 PT Sarbi mengumumkan jika PT AL tidak memenuhi standard verifikasi legalitas kayu. |
20 | PT Wira Karya Sakti (WKS) | Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi | PHPL | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT TUV Rheinland Indonesia | 824303120001 | 14 April 2012 - 13 April 2015 | Hasil pemantauan menunjukkan indikasi ketidaksesuaian : a. VLK Hutan Indikator 3.2.1 – PT WKS bersama PT Rimba Hutani Mas (RHM) dan PT Tebo Multi Agro (TMA) tidak melaporkan hasil tebangan kayu sebanyak 4.300.332,51 m3 dengan nilai PSDH, DR dan denda pelanggaran eksploitasi hutan senilai Rp181,79 miliar. Kejagung juga telah melakukan penyidikan terhadap dugaan penggelapan dana DR dan PSDH tersebut. b. Indikator 1.1.3 – PT WKS mendapatkan areal seluas 2.467 ha, peruntukkan kawasan dari Area Penggunaan Lain (APL) ke hutan produksi (SK 227/Menhut-II/ 2004). Namun Pemkab Tanjung Jabung Timur masih mengakui kawasan konsesi tersebut adalah APL (izin perkebunan tahun 2006). Terdapat ketidaksesuaian keputusan antara Kementrian Kehutanan dengan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. c. Rekomendasi tim tata batas adalah mengembalikan 1.267 ha lahan konsesi sebagai APL dan dibudidayakan sebagai areal pertanian. Areal yang layak menjadi areal kerja HTI PT WKS hanya seluas 850 ha dari 2.467 Ha. |
21 | PT Bina Megah Indowood (BMI) | Kabupaten Gresik, Jawa Timur | VLK Industri | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2012 | PT SBU Sucofindo ICS | VLK-0001 | 20 Maret 2013 – 19 Maret 2016 | Beberapa temuan terkait ketidaksesuaian terhadap indikator VLK mencakup: a. Indikator 1.1.1 - PT BMI tidak memiliki TPS limbah B3, sedangkan dilihat dari jenis usaha di bidang pengolahan kayu menghasilkan limbah B3; di tempat penjemuran kayu tidak ada Instalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL); air bekas cucian langsung masuk ke sungai tanpa diolah; tidak pernah ada truk sampah yang mengambil sampah perusahaan. b. Indikator 1.1.1 - Pelaku usaha memiliki Dokumen Lingkungan, namun tidak memiliki izin terkait penimbunan, pengangkutan, pengolahan atau pemanfaatan limbah B3. c. Dokumen RPBBI PT BMI sulit diakses, walaupun sudah mengajukan permohonan resmi kepada Dinas Kehutanan Jawa Timur dan BP2HP Surabaya. |
22 | PT Arara Abadi (AA) | Kabupaten Kampar, Bengkalis, Pelalawan, Rokan Hilir, Siak, dan Kota Dumai, Riau | PHPL | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT Sarbi International Certification | 07-SIC-04.01 | 16 April 2011 - 15 April 2014 | Hasil pemantauan lapangan menunjukkan beberapa ketidaksesuaian terhadap indikator yang meliputi: a. Indikator 1.1 – Konflik tata batas ditemui di semua lokasi operasional PT AA. b. Indikator 2.1 – Tidak adanya sosialisasi rencana operasional perusahaan yang dapat dimengerti dan diketahui semua pihak. c. Indikator 3.1– Pembuatan kanal-kanal oleh PT AA merusak gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter. d. Indikator 3.1 – Pada Juni 2011 ditemukan seekor harimau yang terkena jeratan di lokasi areal HTI PT AA yang termasuk ke dalam Distrik Nilo. e. Indikator 4.1 – PT AA tidak menjalankan komitmen perjanjian dengan masyarakat untuk melakukan perbaikan jalan setiap dua bulan sekali. f. Indikator 4.1 – PT AA berkonflik dengan Desa Tambun, terkait tanah ulayat seluas ± 1000 Ha yang sudah ditanami akasia. g. Indikator 4.1– PT AA berkonflik dengan Desa Kusuma, terkait tanah ulayat seluas 4.300 Ha yang sudah ditanami akasia. h. Indikator 4.1 – PT AA berkonflik dengan Kelurahan Bukit Kayu Kapur terkait tanah ulayat seluas ± 500 Ha. i. Proses audit lapangan PT SIC tidak diketahui oleh masyarakat yang tinggal di sekitar konsesi. |
23 | PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) | Kabupaten Pelalawan, Riau | PHPL | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT Mutuagung Lestari (MAL) | Tidak ditemukan | Tidak ditemukan | Hasil pemantauan lapangan menunjukkan beberapa ketidaksesuaian terhadap indikator yang meliputi: a. Indikator 1.1 – Ditemukan konflik tata batas, lahan, dan sosial di Desa Teluk Lanus Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, Desa Inuman Kecamatan Hulu Kuantan Kabupaten Teluk Kuantan, Desa Lukit Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang tak kunjung selesai. b. Indikator 2.6 – PT RAPP melakukan penebangan di kawasan sempadan sungai Kampar di Teluk Sijibun, Teluk Tualang Muara Sungai Kutib. c. Indikator 3.3 – Ada indikasi perusahaan membuang limbah cair langsung ke sungai Kampar yang merupakan sumber air bagi masyarakat d. Tidak satupun ditemukan kegiatan konsultasi publik yang melibatkan pihak terkait dalam konteks sertifikasi. e. Keterlibatan masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam proses AMDAL hanya dihadiri oleh wakil Masyarakat Sei Apit dan Pulau Muda. f. Fungsi hutan di areal tambahan PT RAPP mengalami tumpang tindih dengan RTRWP Perda 10/1994 – Termasuk terdapat Kawasan Lindung. g. Areal HTI PT RAPP sektor Pelalawan telah dikonversi sebelum izin definitif dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. h. Berkaitan dengan kriteria areal hutan yang dapat dimohon untuk perizinan HTI, maka perizinan HTI PT RAPP Sektor Pelalawan telah melanggar sejumlah peraturan: UU 41 tahun 1999, PP 34 tahun 2002, Kemenhut 10.1/Kpts-II/2000, Kemenhut 21/Kpts-II/2001 |
24 | T Kali Jaya Putra (KJP) | Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT SBU Sucofindo ICS | VLK 00037 | 26 Mei 2011 - 25 Mei 2014 | Beberapa hasil temuan terkait ketidaksesuaian terhadap indikator VLK: a. Indikator 1.1.1 – Ditengarai bahwa perusahaan belum memiliki dokumen AMDAL/UKL/UPL/ SPPL. b. Indikator 2.1.1 – Bahan baku ditengarai dari sumber ilegal PT Rotua. c. Perusahaan ditengarai membuang limbah B3 yang tidak diolah terlebih dahulu dan dibuang bersama limbah lain. |
25 | PT Katingan Timber Celebes (KTC) | Makassar, Sulawesi Selatan | VLK Industri | Perdirjen BPK P.2/VI-BPPHH/2010 | PT TUV Rheinland Indonesia | 824 303 110004 | 3 Juni 2011 – 2 Juni 2014 | Hasil pemantauan pada bulan Mei 2011 dan Februari – Mei 2012 ditemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap indikator VLK meliputi: a. Indikator 1.1.1 – Laporan UKL-UPL PT KTC hanya tahun 2010, sementara berdasarkan regulasi tentang AMDAL mengharuskan pelaporan UKL-UPL di lakukan setiap enam bulan. b. Indikator 2.1.1 – Sertifikat Legalitas Kayu PT KTC dibekukan pada bulan Februari – Maret 2011, tetapi periode Februari – Maret tercatat PT KTC menerima kayu dari 4 perusahaan (13763.65 m3). PT KTC ditahan oleh pihak kepolisian dan diberi garis polisi di TPS 2, ditengarai kayu tersebut merupakan kayu ilegal. c. BLHD Kota Makassar memiliki catatan tersendiri terkait aktivitas produksi PT KTC masih bermasalah, namun belum ada data resmi. Limbah cair pelaku usaha yang mengandung B3 dibuang ke DAS Sungai Tallo, terdapat kandungan sulfat yang melebihi ambang batas dan limbah outlet mengandung amonia melewati standard ideal. |
26 | PT Indah Kiat Pulp and Paper | Kabupaten. Serang, Banten | VLK Industri | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT TUV Rheinland | 824 303 120006 | 3 Juli 2012 – 2 Juli 2015 | Beberapa temuan terkait pelanggaran indikator VLK: a. Indikator 1.1.1.f – Pembuangan limbah cair industri mengakibatkan terjadinya pencemaran Sungai Ciujung (berwarna coklat pekat dan mengeluarkan bau menyengat). Masyarakat merasa resah karena sudah dalam taraf mengganggu kesehatan. Hasil uji silang terhadap pemenuhan UKL dan UPL didapati tidak dilaksanakan perusahaan. b. Indikator 4.2.1 - PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. membatasi kebebasan berserikat bagi pekerjanya yaitu hanya Forum Komunikasi Kesejahteraan Karyawan (FK3) |
27 | CV Aneka Rimba Usaha (ARU) | Kabupaten Serang, Banten | VLK Industri | Perdirjen BPK P.6/VI-Set/2009 | PT BRIK | BRIK-VLK-0022 | 12 Juli 2011 – 11 Juli 2014 | Beberapa hasil temuan terkait pelanggaran indikator adalah: a. Indikator 2.1.1 - Pelaku usaha adalah industri lanjutan yang semestinya hanya mengolah bahan baku setengah jadi atau olahan primer, namun perusahaan ini didapati mengolah kayu bulat. Ditengarai pelaku usaha juga menggunakan kayu jenis meranti dari Kalimantan. b. Pelaku usaha belum sepenuhnya menegakkan penerapan sistem K3. Didapati bahwa sebagian karyawan tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti penggunaan masker. |
28 | PT Wapoga Mutiara Timber (WMT) | Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat | PHPL | Perdirjen BPK P.02/VI-BPHH/2010 | PT Ayamaru Bakti Pertiwi (Ayamaru Certification) | 02/A-CERT/Kpts/IX/2010 | 15 September 2010 – 14 September 2013 | Beberapa hasil temuan terkait pelanggaran indikator adalah: a. Indikator 1.1 – Masyarakat tidak mengetahui dan tidak mengakui batas kawasan pemegang izin. Masyarakat tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait batas kawasan pemegang izin. b. Indikator 1.2 – Dokumen visi dan misi perusahaan tidak diimplementasikan dalam kegiatan operasional pengelolaan hutan secara lestari. c. Indikator 1.4 – Perusahaan tidak menerapkan TPTI. Penanaman hanya dilakukan di sekitar jalan sarat. d. Indikator 2.1 – Tidak jelasnya batas blok dan petak tebang di lapangan. e. Indikator 2.2 – Ditemukan penebangan yang dilakukan di sepanjang sempadan sungai. f. Indikator 3.1 – Kawasan dilindungi yang ditetapkan tidak memiliki tanda-tanda batas di lapangan. g. Indikator 3.2 – Terdapat prosedur dan lembaga perlindungan dan pengamanan hutan, tetapi tidak ada pelaksanaan di lapangan. h. Indikator 4.1 – Batas antara IUPHHK dengan kawasan hukum adat belum jelas. Masih terdapat konflik IUPHHK dengan masyarakat adat dan belum terdapat penyelesaiannya. i. Indikator 4.2 – Pemegang izin memiliki mekanisme/prosedur penyelesaian keluhan menyangkut hak kesetaraan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan namun tidak diimplementasikan. |
29 | Perum Perhutani KBM IK Gresik (KBM IK Gresik) | Kabupaten Gresik, Jawa Timur | VLK Industri | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2011 | PT BRIK | BRIK-VLK-0051 | 2 Mei 2012 – 1 Mei 2015 | Beberapa hasil temuan terkait ketidaktaatan adalah: a. Dari Dokumen V-Legal yang didapatkan dari PT Damai Pratama Sejati (PT DPS) (No. 13.00064-00051.001-ID-TW) berlaku hingga 18 Juli 2013, dikeluarkan di Jakarta oleh LVLK BRIK pada tanggal 20 Maret 2013 yang ditandatangani oleh Pudiyantoro, SE ; di Cap oleh “BQS – PT BRIK QUALITY SERVICES”. b. PT DPS bukan industri mitra Perum Perhutani KBM-IK Gresik berdasarkan hasil ringkasan publik verifikasi yang dibuat oleh BRIK pada tanggal 11 Mei 2012. c. PT DPS masih bisa melakukan kegiatan ekspor kayu tanpa memiliki Sertifikat-LK, dan tanpa melalui proses inspeksi. |
30 | CV Kamibali | Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali | VLK Industri (Industri Kecil) | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2012 | PT Sucofindo – SBU SICS | VLK 00239 | 6 Maret 2013 – 5 Maret 2019 | Beberapa hasil temuan di lapangan adalah: a. CV Kamibali (Kabupaten Gianyar) menempati rumah/gedung yang sama dengan lokasi industri CV Balibaku. b. CV Kamibali tidak melakukan aktivitas produksi. c. CV Kamibali menyuplai sekitar 23 perusahaan ETPIK Non Produsen yang tersebar di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung, dan Kota Denpasar. |
31 | CV Balibaku | Kota Denpasar, Bali | VLK Industri (Industri Kecil) | Perdirjen BUK P.8/VI-BPPHH/2012 | PT Transtra Permada | BRIK-VLK-0022 | 9 Januari 2013 – 8 Januari 2019 | Beberapa hasil temuan lapangan adalah: a. Lokasi kantor CV Balibaku terletak di Jl. Drupadi No. 14A Denpasar. Namun industri CV Balibaku yang berada di Jalan Sukaluwih No 101A, Gentong Tegallalang, Gianyar berlokasi sama dengan CV Kamibali. b. Industri CV Balibaku di Jalan Sukaluwih No 101A, Gentong Tegallalang, Gianyar tidak melakukan aktivitas produksi. c. CV Balibaku sebagai ETPIK Non Produsen mendapatkan pasokan produk dari CV Kamibali. Dalam peraturan Kementerian Perdagangan, belum diatur satu perusahaan dapat memiliki ETPIK Produsen dan ETPIK Non Produsen. Satu perusahaan hanya bisa memiliki ETPIK Produsen atau ETPIK Non Produsen. Namun kenyataannya CV Balibaku memiliki 2 ETPIK. |