Pelaksanaan Lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) sebagai salah satu capaian dari Perjanjian Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA) antara Indonesia dan Uni Eropa telah memasuki tahun ketiga, sejak ditetapkannya pada November 2016. Kesepakatan ini memastikan agar seluruh produk kayu dari Indonesia memenuhi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sistem ini diterapkan di seluruh rantai perdagangan kayu dari hulu ke hilir, sebagai kelengkapan utuh untuk mendapatkan lisensi FLEGT dalam kerangka perdagangan kayu Indonesia dengan Uni Eropa.

Kredibilitas SVLK sebagai sebuah sistem jaminan legalitas kayu sangat bergantung terhadap tercapainya akuntabilitas sistem itu sendiri. Peran pemerintah menjadi krusial, khususnya memastikan pengawasan dan penegakan hukum berjalan secara efektif. Harus disadari bahwa pekerjaan rumah untuk membangun kredibilitas dan akuntabilitas sistem ini, menjadi perhatian serius agar selalu ditingkatkan, terutama untuk merespon laporan-laporan dari pemantau independen.

Dibutuhkan upaya perbaikan untuk menjawab hal-hal yang berkenaan dengan tata batas, konfik, penebangan kayu ilegal, kerusakan lingkungan melalui konversi hutan, praktik korupsi dalam perizinan dan bentuk-bentuk mal-administrasi seperti penyalahgunaan dokumen angkut. Kesulitan akses informasi masih juga dialami para pemantau independen, termasuk juga bagi pemantau independen di level daerah. Sebagai tambahan, sistem jaminan legalitas kayu itu sendiri perlu ditantang lebih jauh lagi hingga mencapai pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.

Pada survei Independent Market Monitoring (IMM) disebutkan bahwa perusahaan pengekspor kayu masih menghadapi keterbatasan nilai yang didapatkan jika perusahaan tersebut memasukkan kayu berlisensi FLEGT ke dalam kebijakan pembelian. Hal ini dikarenakan lisensi FLEGT dianggap hanya fokus pada legalitas. Namun, kebanyakan dari perusahaan tersebut menyebutkan preferensi mereka dalam membeli produk bersertifikasi dari pihak ketiga karena mereka menggunakan sertifikasi sebagai tanda dari keberlanjutan. Maka dari itu, terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan komunikasi mengenai nilai lingkungan dan sosial dari lisensi FLEGT, di luar kepatuhan legalitas, karena pengetahuan mengenai nilai potensi ini masih kurang diketahui oleh para aktor kunci.

Pemantauan independen masih menghadapi tantangan untuk memastikan keberlanjutan kegiatan pemantauannya, karena adanya keterbatasan pendanaan. Penguatan kapasitas dan kemampuan lembaga pengelola dana untuk memfasilitasi kegiatan organisasi dan jaringan pemantau independen perlu didukung secara penuh oleh para pihak. Dengan demikian, atas pertimbangan bahwa pemantau independen berada di dalam sistem sertifikasi PHPL dan VLK, maka seharusnya ada distribusi sumber daya dari dalam sistem itu sendiri, untuk menjamin bekerjanya pemantauan independen.

Selain itu, Uni Eropa sebagai negara penerima kayu dari Indonesia perlu melakukan upaya yang serius terhadap pengawasan dalam memastikan perdagangan produk kayu legal. Khususnya terkait dengan pencegahan terjadinya pencucian kayu bila terjadi upaya manipulasi dalam implementasi lisensi FLEGT, maupun pencucian kayu melalui negara ketiga tertentu sebelum berujung masuk ke konsumen di pasar Uni Eropa.

Berdasarkan pentingnya penguatan dan kebutuhan perbaikan di atas, maka pemantau independen memberikan rekomendasi perbaikan dan penguatan yang harus dilakukan oleh parapihak yang terkait.

Rekomendasi dapat dilihat pada link berikut:
Catatan Kritis Pemantau Independen
Critical Note from the Independent Monitors