Pengelolaan dan pemanfaatan kayu dari hutan alam tropis dianggap dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) karena kegiatan penebangan pohon tanpa penanaman kembali.  Izin konsesi hutan tanaman (HTI) terus bertambah dari tahun 2015 hingga 2021, dengan luas yang meningkat. Pasokan bahan baku kayu dari hutan tanaman pada tahun 2021 mencapai 47,02 juta m3, memenuhi sekitar 76,14% dari kebutuhan total industri. Pasokan tersebut berasal dari pemanenan dan penyiapan lahan, dengan volume kayu dari penyiapan lahan mencapai total 305.655 m3.

Lembar fakta ini membahas kontroversi seputar ekspansi hutan tanaman, yang dipandang oleh sebagian orang sebagai upaya yang positif karena kemampuannya dalam memproduksi kayu secara efisien dan mengurangi tekanan pada hutan alam. Namun, ada juga yang menyoroti dampak sosial dan lingkungan negatif dari ekspansi ini, seperti konflik tenurial dan kerugian ekonomi bagi pemilik lahan serta dampak lingkungan dari penggunaan spesies tunggal dan konversi lahan hutan alam. Dalam menanggapi kritik terhadap pembangunan hutan tanaman industri (HTI), perusahaan HTI mulai mengembangkan kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation) sebagai inisiatif sukarela untuk mencapai pengelolaan berkelanjutan. Selain itu, penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif pembangunan HTI dengan memastikan legalitas hasil hutan, ketelusuran hasil hutan, dan kelestarian pengelolaan hutan. SVLK juga memungkinkan partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mengawasi pemanfaatan hasil hutan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat menjadi fokus utama ekspansi hutan tanaman di Indonesia, dengan kontribusi signifikan dalam produksi kayu.

Download Dokumen Disini