Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) mulai diimplementasikan tahun 2010 sebagai salah satu sistem dalam terlaksananya Kesepakatan Kemitraan Sukarela tentang Penegakan Hukum, Tata Kelola, dan Perdagangan di Bidang kehutanan (FLEGT VPA). Kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Uni Eropa merupakan salah satu upaya agar mampu mengurangi pembalakan liar secara signifikan, dan sekaligus meningkatkan pendapatan pemerintah dari ekspor kayu. Setelah melalui banyak proses, Indonesia resmi menjadi negara pertama dunia yang menerima Lisensi FLEGT, dengan lisensi ini ekpor kayu yang menggunakan dokumen V-Legal (Dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu tujuan ekspor memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan) tidak perlu melalui pemeriksanaan uji tuntas (due diligence) karena sistem ini telah diakui oleh Uni Eropa.
Sejalan dengan suka cita Indonesia atas diresmikannya Lisensi FLEGT, peran Pemantau Independen Kehutanan dalam menjamin dan memastikan kredibilitas SVLK pun semakin kuat. Capaian Indonesia dalam mendapatkan lisensi FLEGT menjadikan SVLK menjadi sorotan dunia atas kredibilitasnya. Oleh karena itu dalam menjamin implementasi SVLK telah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan perlu dilakukan pengawasan salah satunya melalui pemantauan implementasi SVLK oleh pemantau independen. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) sebagai salah satu pemantau independen yang secara resmi telah terdaftar dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara aktif melakukan pemantauan sejak SVLK diimplementasikan. Paska diresmikannya Lisensi FLEGT, JPIK terus melakukan pemantauan implementasi SVLK.
Pada akhir 2016 dan awal tahun 2017 JPIK melakukan pemantauan di Kalimantan Tengah, di Desa Bereng Malaka, Kabupaten Gunung Mas. Pemantauan ini merupakan bentuk tindak lanjut atas temuan JPIK bersama EIA pada tahun 2014 silam (unduh laporan di http://jpik.or.id/wp-content/uploads/2014/12/Permitting-Crime-Indonesia-language-version.pdf), dimana laporan dugaan pelanggaran yang telah dilaporkan kepada penegak hukum tidak mendapat tindakan serius. Pemantauan kembali oleh JPIK dan EIA menemukan masih ada tindakan kecurangan para pelaku ilegal yang merusak reformasi industri kayu di Indonesia melalui SVLK (unduh laporan lanjutan di http://jpik.or.id/perusahaan-sawit-ilegal-dan-kekebalan-hukum-masih-menggerogoti-reformasi-kayu-di-indonesia-2/). Dalam pelaksanaan pemantauan , JPIK menggali informasi dari berbagai pihak dengan metode wawancara, baik melalui masyarakat sekitar, pekerja, dan aparat desa. Untuk memperkuat bukti hasil pemantauan dilapangan, JPIK juga melakukan permohoanan data kepada pemerintah daerah, serta pengambilan dokumentasi foto dan video menggunakan drone (Wahana Tanpa Awak). Tujuh perusahaan menjadi target JPIK dalam melakukan pemantauan implementasi SVLK di Bereng Malaka, diantaranya IPK PT Prasetya Mitra Muda, IUHK Juita, IUPHHK T Jimmy Candra, UD Usaha Baru Maju, UD Family Lambung, serta dua perusahaan lain yang tidak diketahui namanya.
Sulitnya akses jalan menuju lokasi pemantauan, penolakan dari masyarakat dan pekerja perusahaan untuk memberikan data dan informasi merupakan kendala dan hambatan yang ditemui dalam pemantauan. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala besar bagi JPIK untuk mengumpulkan bukti yang akurat. Dukungan dari pemerintah dan pihak terkait sangat penting bagi pemantau independen agar kegiatan pemantauan dapat terlaksana dengan baik. Pemantauan implementasi SVLK secara independen penting dilakukan secara berkala khususnya terhadap perusahaan atau pemegang izin yang telah mendapatkan sertifikat SVLK. Selain sebagai upaya dalam menajaga dan menjamin kredibilitas SVLK juga membantu lembaga sertifikasi dan lembaga penilai independen selaku auditor SVLK serta pemerintah dalam melakukan fungsi pengawasan atas kepatuhan perusahaan/ pemegang izin terhadap peraturan yang berlaku, sehingga SVLK akan terus kredible dimata dunia.
Untuk lebih lengkapnya silahkan kunjungi Newsletter JPIK di link berikut http://jpik.or.id/newsletter-jpik-edisi-ke-6/