Pemantauan terhadap 22 perusahaan yang menggunakan kayu bulat di 6 (enam) provinsi yaitu Riau, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan dilakukan oleh JPIK pada bulan Maret 2015. Hanya terdapat satu perusahaan di Kalimantan Tengah yang mematuhi aturan penggunaan Tanda V-Legal, meskipun tidak semua kayu dan produk kayu yang berada di perusahaan tersebut menggunakan Tanda V-Legal. Sisanya, yaitu sebanyak 21 perusahaan, tidak melakukan kewajibannya dalam penggunaan Tanda V-Legal.
Dari pemantauan yang dilakukan oleh JPIK Jawa Timur di Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Gresik pada tahun 2015, banyak ditemukan kayu bulat yang berasal dari Papua Barat (Fak-Fak, Manokwari, Bintuni), Maluku dan Kalimantan Tengah yang tidak menggunakan Tanda V-Legal. Kejadian serupa juga masih ditemui pada tahun 2016. Padahal penggunaan Tanda V-Legal akan membedakan antar kayu bulat yang berasal dari pemegang IUPHHK-HA yang sudah mendapatkan S-PHPL atau S-LK dengan kayu bulat yang berasal dari pemegang IUIPHHK-HA yang belum bersertifikat.
SVLK mewajibkan setiap IUPHHK-HA untuk menggunakan Tanda V-Legal. Ketiadaan tanda ini dapat menjadi indikasi atas beredarnya kayu bulat ilegal. Pemerintah, dalam hal ini KLHK, harus mengambil langkah strategis terhadap situasi yang terjadi di lapangan, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Jika situasi ini terus dibiarkan, aktivitas ilegal yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan tersebut akan mencoreng pelaksanaan SVLK.
Untuk informasi terkait pemantauan JPIK, dapat didownload pada link “SVLK: Proses Tata Kelola Bertanggung Gugat”