unnamedPengelolaan hutan di Indonesia tidak dapat dipungkiri telah menjadi sorotan berbagai pihak dari tingkat lokal, nasional, hingga global. Terdapat beberapa isu krusial dan mendasar yang menjadi permasalahan pengelolaan hutan di Indonesia. Penegakan hukum yang lemah, kapasitas kelembagaan manajemen hutan pada level tapak yang lemah, tumpang tindih kebijakan hingga permasalahan tenurial melahirkan berbagai macam konflik multidimensi. Analisis Bappenas pada tahun 2010 menunjukkan bahwa tata kelola, penataan ruang, tenurial, manajemen hutan menjadi permasalahan mendasar dari kehutanan di Indonesia. Indonesia saat ini perlu mengembalikan tata kelola hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Melihat kondisi tersebut, salah satu upaya pemerintah yang perlu dilakukan dalam perbaikan tata kelola hutan dengan melibatkan peran serta berbagai pihak. Meningkatkan transparansi manajemen hutan oleh pemerintah juga perlu segera di implementasikan, dengan alasan bahwa kawasan hutan merupakan areal yang
dikelola oleh negara, sehingga publik pun perlu tahu apa yang terjadi di dalam kawasan hutan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk perbaikan tata kelola hutan adalah dengan membentuk satu sistem untuk menjamin legalitas kayu dan produk kayu dan menjamin pengelolaan hutannya secara lestari, yang dikenal dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). SVLK dibangun secara multipihak sejak tahun 2002, dan saat ini diatur dalam PermenLHK No. 30 tahun 2016 dan Perdirjen No, 14 tahun 2016. SVLK menjadi salah satu elemen kunci dalam pelaksanaan FLEGT VPA (Forest Law Enforcement, Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreements) antara Indonesia dan Uni Eropa. Hasil akhir dari perjanjian ini adalah penerapan Lisensi FLEGT, dimana kedua belah pihak dapat memulai skema perdagangan kayu legal untuk mengurangi pembalakan liar dan meningkatkan perdagangan kayu legal.

Perjuangan panjang Indonesia untuk mendapatkan lisensi FLEGT tidak sia-sia. Pada tanggal 15 November 2016, Indonesia dapat dipastikan dapat memulai penerapan skema Lisensi FLEGT, dimana tidak ada keberatan untuk pelaksanaannya dari pihak Uni Eropa. Kredibilitas SVLK sebagai sebuah sistem jaminan legalitas kayu sangat bergantung bagaimana tercapainya akuntabilitas dan kredibilitas sistem itu sendiri. Pemantau Independen menjadi salah satu kekuatan utama SVLK dalam memastikan kredibilitas dan akuntabilitas SVLK dengan melakukan pemantauan.

Saat ini, Pemantau Independen Kehutanan secara organisasi yang aktif melakukan kegaitan pemantauan di Indonesia antara lain : Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Eyes on the Forest (EoF), Aliansi Pemantau Independen Kehutanan Sumatera (APIKS), Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPLH)
Mangkubumi, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI), Lembaga Studi Pengembagan Pedesaan (LSPP), AURIGA dan Indonesia Centre for Environmental Law (ICEL). Organisasi pemantau tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimatan, Sulawesi dan Papua. Masing-masing lembaga pemantau ini, bekerja berdasarkan isu dan caranya masing-masing, namun tetap satu tujuan yaitu menjamin tata kelola hutan di Indonesia berjalan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang belaku serta bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

POTO Trisetia intiga.co 134Dengan dilaksanakannya kegiatan seminar dan eksibisi ini, diharapkan para pengambil kebijakan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, dapat memahami bahwa untuk menjamin tata kelola hutan yang baik, perlu adanya pelibatan pemantau secara independen. Selain itu juga, dengan melibatkan masyarakat luas, dapat mendorong banyak pihak lagi agar turut serta untuk membantu pekerjaan pemantauan kehutanan, demi tercapainya tata kelola hutan yang adil dan lestari di Indonesia.