20 Desember 2021 – Provinsi Sumatera Selatan menjadi tuan rumah serial FGD ketiga dengan tajuk “Membangun Sinergi Antara Dinas Kehutanan (Pemerintah Daerah) dan Pemantau Independen Dalam Implementasi SVLK”. Acara berlangsung di Hotel Amaris, Palembang dan dihadiri oleh beberapa peserta baik dari pihak Pemerintah Daerah yaitu Dinas Kehutanan, KPH Lalan Mendis maupun focal point JPIK. Selain itu acara FGD juga dihadiri secara online oleh pihak Bangda Kemendagri, FWI, JPIK, BPHP Sumatera Selatan, dan pihak perusahaan PT Musi Hutan Persada.
Diskusi berlangsung santai dan hangat, para pihak yang hadir menyampaikan berbagai pandangan dan keterlibatannya dalam implementasi SVLK daerah. Pihak Dinas Kehutanan menyebutkan bahwa keterlibatan mereka dalam proses penilaian sertifikasi masih minim, dan hanya diundang pada waktu konsultasi publik akhir. Sehingga, tidak bisa memberikan input atau masukan dalam pelaksanaan objek penilaian SVLK.
Intensitas perizinan usaha kehutanan yang ada di Sumatera Selatan antara lain HTI sebanyak 20-unit usaha, dengan luas konsesi mencapai 1,3 Juta Ha, dan hanya 8-unit saja yang memiliki S-PHL dengan nilai baik. Sementara untuk industri pengolahan dengan kapasitas dibawah 6000 M3 ada 97 unit, dan diatas 6000 M3 ada 13 unit. Pihak Dinas Kehutanan di daerah mengaku kesulitan untuk mengetahui data-data unit perizinan maupun industri pengolahan yang telah tersertifikasi dikarenakan tidak ada tembusan hasil penilaian dari lembaga verifikasi.
Hasil monitoring Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) terkait SVLK, industri dengan kapasitas diatas 6000 M3 rutin melakukan pelaporan bulanan, sementara untuk industri menengah hingga dibawah 2000 M3 masih belum banyak yang tersertifikasi, dan ada juga yang masa berlakunya sudah habis. Hasil pemantauan BPHP dilapangan juga menemukan input yang diidentifikasi dan dinilai, berbeda dengan output yang disertifikasi. Sementara itu dirasa belum ada sanksi tegas terhadap pelanggaran aturan dalam pelaksanaan SVLK.
Sistem informasi yang berjalan saat ini (Mis: SIPUHH, PNBP, sistem informasi untuk RKU dll) memuat data dan/atau informasi yang mempermudah proses identifikasi objek sertifikasi, namun demikian distribusi dan akses terhadap sistem informasi tersebut masih parsial. Sehingga menyebakan proses pengawasan terhadap implementasi SVLK belum cukup komprehensif. Dinas Kehutanan juga mengungkapkan bahwa kadang ditemukan tidak sinkronnya sampel data manual dengan input data dalam sitem informasi (mis: laporan mutasi kayu bulat (LMKB)).
Beberapa catatan penting yang muncul dari FGD di Provinsi Sumatera Selatan terkait sinergi antara peran pemerintah dan pemantau independen di masa mendatang antara lain:
- PI ataupun lembaga sertifikasi selalu berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan khususnya soal distribusi dan akses informasi dalam penerapan SVLK di daerah.
- Dinas Kehutanan Daerah bersama Pemantau Independen melakukan pemantauan/evaluasi bersama terkait industri pengusaha kayu untuk memastikan perusahaan kayu telah patuh terhadap aturan tata usaha kayu yang berlaku.
- LPVI dalam melakukan penelitian kepada objek (industri/ usaha kehutanan) yang akan dinilai, diharapkan melibatkan Dinas Kehutanan daerah untuk memberikan Input positif kepada perusahaan/industri agar SVLK dapat diimplementasikan dengan baik.