Koalisi #SaveAru, yang terdiri dari aktivis organisasi masyarakat sipil, perempuan, pemuda dan mahasiswa, masyarakat adat dan masyarakat lokal di Kepulauan Aru, menolak rencana investasi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) oleh PT Wana Sejahtera Abadi (WSA), dan PT Alam Subur Indonesia dan PT Bumi Lestari Internasional, anak Perusahaan Melchor Group Indonesia.
Pada 2022, Pemerintah Kabupaten Kep.Aru mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Aru Ursia-Urlima dan dasar hukum bagi masyarakat adat Aru melakukan upaya hukum untuk mendapatkan pengakuan atas pengelolaan wilayah adat mereka. Saat ini masyarakat sedang berproses melakukan pemetaan partisipatif wilayah adatnya, dan ini sudah dilakukan oleh Komunitas di Lorang dan Kobamar. Peta partisipatif masyarakat adat ini diharapkan bisa memberikan gambaran wilayah kelola masyarakat dan untuk menghindari potensi konflik penguasaan
lahan di kemudian hari. Selain itu, hasil pemetaan partisipatif ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan perencanaan ruang dan pengelolaan wilayah berbasis masyarakat adat Aru.
Menanggapi dan menyikapi situasi diatas, dengan penuh kesadaran terhadap komitmen pemenuhan Hak Asasi Manusia, lingkungan dan melawan perubahan iklim, kami Koalisi #SaveAru menyatakan sikap dan meminta kepada yang terhormat:
- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta jajaran Kementerian LHK agar: Menghentikan aktivitas perusahaan dan mencabut izin PBPH PT Wana Sejahtera Abadi di Kabupaten Kepulauan Aru; menghentikan proses perizinan PBPH anak perusahaan Melchor Group, yaitu PT Bumi Lestari Internasional dan PT Alam Subur Indonesia di Kabupaten Kepulauan Aru;
- Gubernur Maluku beserta jajaran Pemerintah Provinsi Maluku, agar: sesuai kewenangannya untuk menghentikan aktivitas perusahaan PT Wana Sejahtera Abadi di Kabupaten Kepulauan Aru; sesuai kewenangannya untuk segera menghentikan proses perizinan PBPH anak perusahaan MTP, yaitu PT Bumi Lestari Internasional dan PT Alam Subur Indonesia di Kabupaten Kepulauan Aru; meninjau kembali dan merevisi kebijakan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Maluku khususnya Kabupaten Kepulauan Aru sesuai kewenangannya untuk tidak lagi memberikan izin dan rekomendasi terhadap segala macam industri/konsesi berbasis sumber daya alam yang berpotensi merusak hutan dan merampas ruang hidup masyarakat adat Aru. meninjau kembali kebijakan kawasan hutan di Provinsi Maluku khususnya di Kabupaten Kepulauan Aru; melakukan audit perizinan dan konsesi berbasis Sumberdaya Alam di Provinsi Maluku khususnya di Kabupaten Kepulauan Aru, dan memberikan sanksi tegas, hingga pencabutan izin, bagi yang terbukti melanggar hukum.
Kami yang mendukung dan menandatangani surat pernyataan bersama,
1.Mufti Barri, Forest Watch Indonesia
2.Mika Ganobal, SaveAru, Kepulauan Aru
3.Simon Kamsy, SaveAru, Kepulauan Aru
4.Gusti Tulewun, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat, Kepulauan Aru
5.Johan Jamamona, Pemuda Aru, Kepulauan Aru
6.Maksum Syam, Sajogyo Institute
7.Imam Mas’ud, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
8.Eko Cahyono, Papua Study Center
9.Betty Tiominar
10.Natasha Devanand Dhanwani, FIAN Indonesia
11.Indraini Hapsari, FIAN Indonesia
12.Deden Pramudiana, Independent Forest Monitoring Fund (IFM Fund)
13.Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
14. Muhammad Ichwan, Eknas Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)
15.Melky Nahar, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
16.Sulfianto Ilyas, Perkumpulan Panah Papua
17.Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional
18.Marianne Klute, Rettet den Regenwald (Selamatkan Hutan Hujan)
19. Muhammad Djauhari, Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK)
20.Kasmita Widodo, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA)
21.Annas RS, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
22.Yuyun Indradi, Trend Asia
23.Made Ali, Jikalahari Riau
24.Andi Muttaqien, Satya Bumi
25.Arta, Perkumpulan Manka
26.Agung Prabowo, HuMa
27.Arie Rompas, Greenpeace Indonesia
28.Wahyubinatara Fernandez, RMI Bogor
29.Prof. Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS, Universitas Pattimura
30.Buyung Marajo, POKJA 30 KALTIM
31.Muhammad Arman, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
32.Perkumpulan padi Indonesia
33.Perkumpulan etnika kosmologi khatulistiwa
34. Muhammad Isnur, Ketua YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia)
35. Muhammad Arman, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
36. Imam Shofwan, Jaringan Advokasi Tambang
37. Herbet Panggabean, Yayasan Mitra Insani (YMI)
38. Rosima Wati Dewi, Forest Watch Indonesia
39. Abu Meridian, Kaoem Telapak
40. Timer Manurung, Auriga Nusantara
41. Danial Dian Prawardani, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)
42. Liana, Garda Animalia
43. Willem Pattinasarany, IWGFF
45. Evelyn Achonheit, Foep Jerman
46. Persekutuan Masyarakat Adat Pulau Wokam dan Woham
47. Masyarakat Adat Rumpun Fanan
48. Masyarakat Desa Tungu Watu
49. Masyarakat Desa Tungu
50. Masyarakat Desa Lau-Lau
51. Masyarakat Desa Kobraur
52. Masyarakat Desa Nafar
53. Masyarakat Desa Wakua
54. Masyarakat Desa Kobamar
54. Masyarakat Desa Goda Goda
55. Masyarakat Desa Gorar
56. Ayut Enggeliah, Sawit Watch
57. The Institute for Ecosoc Rights
58. Link-Ar Borneo
59. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
60. Lembaga Studi dan Bantuan Hukum Nusa tenggara Barat
Informasi selengkapnya dapat didownload di sini