Pemantau Independen (PI) merupakan salah satu aktor utama dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia. PI terdiri dari organisasi masyarakat sipil dan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk melakukan pemantauan terhadap implementasi SVLK oleh pelaku kehutanan guna memastikan akuntabilitas dan kredibilitas SVLK.

Keberadaan PI terhadap pemantauan pelaksanaan SVLK berdampak baik terhadap upaya perbaikan sistem ini. Peran penting PI pun secara hukum tertuang dalam Peraturan Menteri LHK P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016. Namun dalam perjalanannya, PI sering menghadapi tantangan yang signifikan untuk mempertahankan perannya. Tantangan tersebut terkait dengan jaminan akses informasi, jaminan keamanan (safety and security), jumlah dan kapasitas dari pemantau, serta keberlanjutan dukungan pendanaan untuk melakukan tugas pemantauan Pemantau Independen.

Selain itu, praktik kejahatan kehutanan masih saja terus terjadi di Indonesia. Pada akhir 2018 dan awal 2019 Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) menyita lebih dari 400 kontainer kayu ilegal yang dikirim dari Papua Barat. Praktik kegiatan ilegal tersebut diduga kuat melibatkan oknum aparat yang berada di balik praktik terjadinya pencucian kayu ilegal. Aturan SVLK sudah di berlakukan di Indonesia untuk memerangi praktik illegal loging, tetapi JPIK melihat masih banyak celah yang dapat dimanipulasi sehingga kayu ilegal masih bisa masuk ke pasar kayu legal dengan tujuan ekspor.

Untuk memperkuat tata kelola hutan khususnya SVLK, maka perlu adanya kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh PI. Besarnya tuntutan untuk menjaga kredibilitas pelaksanaan SVLK memerlukan kecakapan para pemantau dalam melakukan pemantauan secara intensif dan berkesinambungan, sehingga dapat memberikan masukan yang konstruktif terhadap perbaikan SVLK.

Peningkatan kapasitas bagi PI juga dirasa penting untuk mendalami modus operandi illegal logging di hulu/asal penebangan hingga hilir/sampai tujuan pengangkutan ke lokasi industri kemudian menuju ekspor. Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas dari Pemantau Independen, yaitu dengan Workshop dan Lokalatih Pemantau Independen bagi masyarakat lokal/adat. Workshop dan Lokalatih ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas pemantau independen kehutanan yang berada di lokasi sekitar hutan dan industri/transit kayu/pelabuhan dalam memantau perdagangan kayu untuk memastikan implementasi SVLK di Indonesia dapat berjalan secara efektif, kredibel, dan akuntabel.

Sekretariat Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (Seknas JPIK) atas dukungan FAO FLEGT mengadakan Workshop dan Lokalatih tersebut di tiga region dari bulan Juli – Agustus, diantaranya Region Jawa, Region Kalimantan, dan Region Sumatera. Masing-masing dilakukan di kota besar seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kalimantan Barat (Pontianak), dan Sumatera Selatan (Palembang). Peserta yang hadir berasal dari berbagai Focal Point JPIK yang tersebar di seluruh Indonesia.

Setelah mengikuti Lokalatih ini, peserta diharapkan akan memiliki kompetensi diantaranya adalah:

  1. Memahami konteks SVLK dalam tata kelola kehutanan dan pelaksanaannya di Indonesia
  2. Memahami sistem  penatausahaan hasil hutan dan rantai pasok (supply chain)
  3. Mengetahui cara mengakses dan mendapatkan sumber data dan informasi sebagai pendukung dalam pemantauan
  4. Mampu menjelaskan titik-titik kritis standar penilaian pada indikator Sertifikasi Legalitas Kayu (S-LK) dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestasi (S-PHPL)
  5. Mampu menyusun rencana pemantauan, melakukan pemantauan, dan menyusun laporan hasil pemantauan/investigasi, penyampaian input informasi dan laporan keluhan kepada pihak-pihak terkait, serta tindak lanjutnya dalam menyampaikan laporan keluhan
  6. Mampu menjadi pemantau yang memiliki kapasitas pemantauan independen dalam melakukan pemantauan pelaksanaan implementasi SVLK di Indonesia