Perayaan Nasional Peluncuran lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dilaksanakan di Jakarta, 24 November 2016. Perayaan ini merupakan sesuatu yang ditunggu sejak lama, setelah melalui 9 tahun proses perjanjian kerjasama sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA). FLEGT VPA antara Indonesia dan Uni Eropa telah ditndatanganipada 2013 dan ratifikasinya pada 2014, dan pada 15 November 2016 yang lalu, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang meraih hak untuk menerbitkan lisensi FLEGT.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyatakan bahwa ini merupakan peristiwa bersejarah ditengah upaya memerangi pembalakan liar di Indonesia.
“Saya kira ini langkah yang sangat baik, pertama kalinya untuk negara di dunia mempunyai Forest Law Enforcement Governance and Trade. Usaha yang panjang dalam 14 tahun, terutama pada bagian-bagian akhir karena harus melewati keputusan beberapa Menteri. Jadi ini punya kita, punya Indonesia,” kata Siti Nurbaya.
Dengan menerapkan prinsip legalitas dan kelestarian dalam skema SVLK, Indonesia membuktikan komitmennya pada Uni Eropa dan dunia untuk menerapkan skema perdagangan kayu berkelanjutan yang akan menjamin kelestarian hutan. “Perayaan ini juga sebagai ajang untuk menunjukkan bahwa VPA ini nyata, menunjukkan bahwa SVLK membawa manfaat, menciptakan daya saing,” tegas Ida Bagus Putera Parthama, Dirjen Pengelola Hutan Produksi Lestari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaksanaan penuh perjanjian kerja sama perdagangan kayu antara Indonesia dan Uni Eropa, dirayakan dengan pelepasan peti kemas produk perkayuan Indonesia berlisensi FLEGT dengan tujuan pasar Eropa pada 15 November 2016 lalu. Sejak diberlakukan SVLK pada 2013, nilai ekspor produk kayu Indonesia meningkat dari USD10.4 milyar menjadi USD10.6 milyar pada 2015. Catatan ini berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu yang dikelola Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta terhubung dengan INATRADE dan Indonesian Single Window.
Uni Eropa melalui Duta Besarnya untuk Indonesia dan Brunei, Vincent Guerend, menegaskan bahwa kedepan pihaknya akan menerapkan proses uji tuntas (due diligence) yang lebih ketat. Ini artinya Indonesia sudah melewati tahapan yang dimaksud karena dengan skema FLEGT, produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK tidak perlu lagi melalui proses uji tuntas (due diligence) dan secara otomatis akan masuk melalui green lane kepabeanan negara tujuan di Uni Eropa.
Pencapaian Indonesia mengembangkan SVLK yang diakui internasional bisa menjadi pedoman untuk produk-produk sumber alam lain sebagai komitmen pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari disampaing meningkatkan daya saing di pasar global.
“Kemendag telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) nomor 25 tahun 2016 per tanggal 12 April berkaitan dengan ketentuan ekspor produk industri kehutanan. Dalam permendag ini ketentuan SVLK menjadi keharusan. Adanya FLEGT merupakan kesempatan untuk meningkatkan ekspor produksi kehutanan kita,” terang Doddy Edward, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan.
Terkait dengan produk ekpor, Kementerian Perindustrian melalui Dirjen Industri Agro, Panggah Susanto mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah bersepakat untuk mengekspor produk bernilai tambah tinggi dengan lebih banyak mengekspor produk-produk hilirnya. FLEGT, SVLK, ISPO dan lainnya merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya untuk menghilangkan stigma produk pengelolaan tidak berkelanjutan.
Sejalan dengan itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang terlibat dalam negosiasi FLEGT-VPA melihat potensi keuntungan dan manfaat FLEGT License dari sisi Indonesia. Selanjutnya Kemenlu terus berupaya meyakinkan koleganya di negara-negara Uni Eropa untuk mendukung FLEGT Indonesia. Menurut Dirjen Intra Kawasan Amerika-Eropa Kemlu, Dewi Gustina Tobing, jika ukurannya adalah kriteria dari Uni Eropa, lisensi serupa untuk negara lain tentunya akan lebih mudah.
Menyambut perayaan ini Jaringan Pemantau Independen Kehutanan mengingatkan bahwa pengakuan atas SVLK merupakan keberhasilan sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk dapat secara konsisten melaksanakan SVLK secara kredibel dan akuntabel. Indonesia harus tetap bekerja keras untuk menjaga kredibilitas sistem dengan menunjukan keseriusan dalam menindaklanjuti temuan pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan SVLK.
Berbagai laporan pelanggaran yang disampaikan oleh pemantau independen seperti temuan bentuk-bentuk mal-administrasi, modus pemalsuan lisensi dan penipuan melalui praktek pinjam bendera harus ditindaklanjuti melalui penegakan hukum yang efektif. Selain itu, penguatan standar SVLK melalui perbaikan berbagai regulasi juga penting dipastikan untuk mencapai pengelolaan hutan lestari dan berkeadilan.
“Perkembangan saat ini patut diapresiasi dan dibaca sebagai keseriusan seluruh pihak di Indonesia terhadap upaya mereformasi sektor kehutanan yang sarat ilegalitas dan korupsi. Meskipun sistem ini belum sempurna tapi inisiatif ini telah memaksa berbagai pihak untuk melakukan perbaikan dan menunjukan akuntabilitasnya, yang dalam jangka panjang akan berdampak pada membaiknya tata kelola kehutanan,” jelas Muhamad Kosar, Dinamisator Nasional JPIK.
Sampai dengan 23 November 2016 Indonesia telah menerbitkan 845 Lisensi FLEGT dengan tujuan 24 negara di UE senilai USD 24,961,503.17, yang terdiri dari produk panel, furniture, woodworking, kerajinan, chips, kertas dan perkakas. Tercatat bahwa produk panel menempati peringkat pertama dengan nilai USD 11,923,104.61, disusul produk furniture dengan nilai USD 7,250,380.63.