Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) hari ini, Jumat (11/11/2016), bertemu CSO Myanmar yang sedang melakukan studi tour di Indonesia mengenai implementasi SVLK di Indonesia. Pertemuan dengan JPIK yang digelar di Sahira Butik Hotel, Jl. Paledang Bogor ini dimaksudkan untuk berbagi pengalaman (share learning) tentang pemantau independen kehutanan di Indonesia mengenai perannya dalam proses FLEGT VPA.
Myanmar merupakan salah satu negara dari 14 negara lainnya yang tengah melakukan negosiasi dengan Uni Eropa untuk mendapatkan FLEGT-Licence. FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement, Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreement) merupakan bagian dari rencana aksi Uni Eropa untuk menanggulangi praktek illegal logging. Dengan rencana aksi ini, Uni Eropa memiliki peraturan yang disebut EU-TR (European Union Timber Regulation – EUTR), dimana importir (yang biasa disebut operator) hanya diperbolehkan menempatkan produk kayu yang legal di pasar UE.
Dalam pertemuan dengan JPIK, 8 delegasi Myanmar tersebut merespon baik apa yang disampaikan. Mereka berasal dari enam lembaga dalam multi-stakeholder Interim Task force (ITF) untuk mempersiapkan negosiasi dengan Uni Eropa. Yaitu Advancing Life & Regenerating Morherland (ALARM), Thuriya Sandra Environmental Watch Group, Green Network Sustainable Environment Group, Sein Yaung So, Bridging Rural Integrated Development and Grassroots Empowerment (BRIDGE), Dawei Research Association (DDA) dan Pyoe Pin.
Dinamisator Nasional JPIK, M. Kosar dalam paparannya banyak menyampaikan pengalaman JPIK dalam melakukan pemantauan implementasi SVLK dan advokasi kebijakan, serta tantangan yang dihadapi JPIK dalam menjalankan perannya menjaga kredibilitas SVLK.
Indonesia sejak 2007 telah melakukan negoisasi dengan Uni Eropa untuk mendukung produk perkayuan legal melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan kebijakan soft approach dalam pemberantasan illegal logging. Tahun ini Indonesia dianggap siap menerima perjanjian FLEGT-VPA dengan Uni Eropa. Diputuskan bahwa Indonesia dapat menerbitkan Lisensi-FLEGT pada 15 Nopember 2016. Dengan demikian Dokumen V-Legal yang diterbitkan untuk tujuan Uni Eropa per 15 November 2016 akan berfungsi sebagai Lisensi-FLEGT.
Penerbitkan FLEGT-Licence pada 15 Nopember 2016 menjadikan Indonesia negara pertama di dunia yang berhak menerbitkan FLEGT- Licence ke Uni Eropa. Selain Indonesia, ada 14 negara lainnya yang saat ini juga bernegosiasi dengan Uni Eropa untuk mendapatkan FLEGT-Licence. Negara-negara tersebut sebagian berasal dari wilayah ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, Laos dan Thailand serta Myanmar yang masih dalam tahap persiapan. Sebagian lainnya berasal dari wilayah Afrika, seperti Kamerun, Ghana, Liberia, Republic of Congo, Central African Republic, Cote d’voire, Congo dan Gabon, serta dari wilayah Amerika latin (Guyana dan Honduras).