BANDA ACEH, KOMPAS — Kelestarian lingkungan di Aceh semakin terancam akibat penebangan liar yang terus terjadi di kawasan hutan. Pada 17 Maret, tim gabungan dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Kepolisian Daerah Aceh, dan dinas kehutanan menyita 105 kubik kayu ilegal dari hutan Aceh Selatan.

Kepala Taman Nasional Leuser Andi Basrul, dihubungi dari Banda Aceh, Rabu (26/3), mengatakan, penyitaan itu dilakukan setelah pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat tentang pembalakan hutan secara liar di kawasan hutan Bakongan, Aceh Selatan.

Pihak Taman Nasional Leuser kemudian berkoordinasi dengan sejumlah instansi, antara lain Polda Aceh, Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan. Lalu, sejumlah instansi itu menyisir kawasan hutan Bakongan pada 17 Maret.

Di sana, tim gabungan dari Taman Nasional Leuser menemukan 105 kubik kayu ilegal yang diduga milik pemilik kilang kayu bernama Zamzami. Adapun kayu-kayu ilegal ini mayoritas berjenis meranti (Shorea).

Kayu-kayu ilegal itu segera disita dan dibawa dengan sembilan truk ke Kantor Taman Nasional Leuser, Medan, Sumatera Utara, pada 25 Maret sore. “Kami akan segera memeriksa Zamzami di Polda Aceh. Tidak menutup kemungkinan banyak orang yang terlibat dalam pembalakan hutan secara liar di Aceh, terutama Aceh Selatan,” ujar Andi.

Andi melanjutkan, pihaknya telah empat kali melakukan penyitaan kayu ilegal di kawasan Taman Nasional Leuser sepanjang tahun ini, yakni 8 kubik kayu ilegal di dua kawasan hutan Langkat (Sumut) pada Januari, 4 kubik kayu ilegal di hutan Aceh Tenggara pada Februari, dan 105 kubik kayu ilegal di hutan Aceh Selatan pada Maret.

“Pembalakan hutan secara liar terus terjadi. Hal ini dapat mengancam kelestarian lingkungan di Taman Nasional Leuser yang sebagian besar berada di Aceh,” ucap dia.

Focal Point Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Aceh, Jes Putra Kluet, menuturkan, berdasarkan data Aceh Forest Environment Program yang dilakukan Flora Fauna Internasional dan Yayasan Leuser Internasional 2008/2009, kerusakan hutan di Aceh yang mencapai 23.000 hektar per tahun.

Merujuk hasil survei kepada sejumlah pelaku industri kayu di Aceh oleh Transparansi Internasional Indonesia 2013, kerusakan hutan di Aceh 99 persen akibat maraknya pembalakan hutan secara liar. Hal ini memperhitungkan kebutuhan bahan baku produksi para pelaku industri kayu di Aceh mencapai 200.000 kubik kayu per tahun.

Lalu, mereka membandingkan dengan keputusan pemerintah yang menghentikan sementara penebangan hutan di Aceh sebagaimana Instruksi Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Moratorium Logging. “Dari mana lagi kebutuhan bahan baku produksi para pelaku industri kayu ini kalau bukan berasal dari pembalakan hutan secara liar,” kata Jes.

Sekretaris Forum Orang Hutan Aceh (Fora) Azhar mengutarakan, hutan Aceh menyimpan kekayaan flora dan fauna. Fora Aceh mencatat, hutan Aceh merupakan rumah bagi jenis fauna langka di Indonesia, di antaranya sekitar 5.500 orang hutan sumatera (Pongo abelii) dan sekitar 400 gajah sumatera.

 

Sumber: Print Kompas