Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar meminta agar implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dilakukan secara penuh unuk pengusaha kayu, termasuk bagi produk mebel dan kerajinan.

Hal tersebut merespons terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) No.66/M-DAG/PER/8/2015 yang merevisi Permendag No.97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Dalam revisi juga diatur soal rencana pembebasan produk mebel dan kerajinan yang termasuk dalam 15 HS Code tidak wajib menggunakan dokumen sertifikat legalitas kayu dalam proses ekspor.

Permintaan tersebut direalisasikan dengan melayangkan surat kepada Menteri Perekonomian Darmin Nasution. Surat dengan Nomor S.444/MenLHK-PHPL/2015 tertanggal 6 Oktober 2015 tersebut juga ditembuskan kepada Menteri Perdagangan dan menteri perindustrian.

“Berdasarkan kesepakatan multistakeholder, SVLK bersifat mandatori dan diterapkan secara penuh sejak 1 Januari 2013,” tulis Menteri Siti dalam surat tersebut. Ia meminta agar kebijakan SVLK tetap konsisten dalam proses deregulasi peraturan yang sedang dilakukan saat ini.

Siti mengingatkan, SVLK telah mendapat pengakuan internasional. Bahkan Uni Eropa (UE) telah mengakui SVLK bisa memenuhi Timber Regulation UE. Indonesia-UE memiliki perjanjian kemitraan sukarela (VPA) untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola dan perdagangan sektor kehutanan (FLEGT). Dimana Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut berdasarkan Peraturan Presiden No 21 tahun 2014. Saat ini Indonesia-UE sedang dalam tahap finalisasi pemberlakukan lisensi FLEGT. Produk mebel termasuk bagian yang diperjanjikan.

Penggunaan dokumen SVLK awalnya dilakukan bertahap pada produk kayu lapis, kayu pertukangan (woodworking), serta bubur kayu (pulp) dan kertas. Pertimbangannya pelaku usaha kelompok tersebut lebih siap. Sementara untuk produk mebel dan kerajinan baru diwajibkan pada 1 Januari 2014.

Namun dalam perkembangannya, pelaku industri furnitur menyatakan belum siap. Lantas berdasarkan kesepakatan bersama Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian, diberlakukan kebijakan transisi berupa penggunaan dokumen Deklarasi Ekspor (DE) hingga sampai 31 Desember 2015.

Sumber : www.republika.co.id