Sudah dua tahun Pandemi Covid-19 mengubah hampir seluruh tatanan kehidupan dari cara berinteraksi dengan sesama hingga cara bertahan hidup. Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan pada kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia, juga telah menegur kita tentang terjadinya kerusakan hubungan antara manusia dan alam. Pandemi menjadi suatu peringatan, jika kita tidak merawat hutan dan keanekaragaman hayati, berarti kita tidak merawat diri kita sendiri. Sebab ketika berbicara tentang alam, berarti kita berbicara tentang hutan, dan ketika kita berbicara tentang hutan kita juga berbicara tentang kehidupan manusia, makhluk hidup, dan ekologi yang ada.
Dalam acara rutin yang dilaksanakan Forest Watch Indonesia, Indonesia Forest Expo 2021 mengupas isu-isu hutan yang saat ini terus mengancam. Namun, kita masih memiliki kesempatan karena Indonesia Timur masih bisa diselamatkan. Masyarakat Indonesia Timur masih mengandalkan kehidupannya dengan mengelola sumberdaya alam secara langsung sehingga tidak ada alasan untuk tidak menjaga alam. Relasi manusia dan alam tidak dapat terpisahkan, bercermin pada Kepulauan Aru yang masyarakatnya mengelola kekayaan alam untuk keberlangsungan hidup melalui pengetahuan lokal dan praktik tradisinya.
Kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya juga hadir karena adanya Pandemi Covid-19, kesempatan untuk mengubah arah baru bagi kesehatan bumi melindungi dan merestorasi hutan ke dalam kebijakannya. Menghentikan dan mengembalikan deforestasi hutan merupakan bagian penting sebagai strategi untuk mengurangi kemungkinan pandemi masa depan, dan untuk merekonstruksi hubungan antara manusia dengan alam.
Salah satu kebijakan maupun komitmen iklim yang dibuat dalam skala global untuk memerangi krisis iklim adalah Conference of the Parties (COP). Hingga tahun ini, memasuki konferensi ke-26 masih terdapat kegagalan (climate action failure). Pemerintah Indonesia juga belum memberikan solusi konkret atas permasalahan krisis iklim termasuk deforestasi dan polusi karbon. Padahal, aksi nyata dari pemerintah dibutuhkan demi menjamin keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia beserta keanakeragama hayatinya tanpa terkecuali .
Pada Newsletter Edisi ke-17 kali ini selain menyoroti berkaitan pelaksanaan COP dan kisah-kisah masyarakat dari Indonesia timur dalam mempertahankan hutan juga mengangkat issue penting dari ulasan buku “Rakyat Memantau” yang menceritakan bagaimana masyarakat adat/lokal di lima provinsi di Indonesia melakukan pemantauan SVLK di lokasi masing-masing. Basis kepentingan dan pengetahuan dari masyarakat adat/lokal terhadap kelangsungan ruang hidupnya, sudah saatnya menjadi pijakan utama dalam pelaksanaan SVLK dan pemantauan. Newsletter pada edisi ini juga mengulas beberapa tema diantaranya ; bagaimana kolaborasi pemantauan dengan melibatkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Jambi, kesiapan implemnetasi industri kecil di Kabupaten Sukabumi dalam implementasi SVLK dan temuan pelanggaran di PT Toba Pulp Lestari (TPL) dalam pelaksanaan pengelolaan hutan lestari.
Download Newsletter “The Monitor” edisi 17:
Versi Bahasa Indonesia
Versi Bahasa Inggris