Penting Memperkuat Pengawasan Hutan dan Penegakan Hukum, untuk Mewujudkan Tata Kelola Hutan yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan

Jakarta, 30 Agustus 2016 – Pemerintah Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang bertujuan untuk perbaikan tata kelola hutan, pemberantasan pembalakan liar dan perdagangannya. Sistem yang sudah disusun secara multi pihak ini, menempatkan masyarakat sipil sebagai Pemantau Independen (PI) untuk turut serta menjamin kredibilitas SVLK. Keberadaan PI di Indonesia juga sudah diakui dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 30 tahun 2016.

Sampai saat ini, PI tersebar di seluruh Indonesia melalui berbagai jaringan, lembaga dan individu. Lembaga dan jaringan tersebut seperti Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) yang aktif melakukan pemantauan di seluruh Indonesia; Eyes on The Forest (EoF) aktif di Sumatera, Kalimantan, dan Papua; PPLH Mangkubumi aktif di Jawa Timur; LSPP aktif di Jawa Tengah; YCHI aktif di Kalimantan Selatan; APIKS di Sumatera; Auriga di Papua; dan ICEL aktif melakukan advokasi kebijakan lingkungan hidup.

Eksistensi PI dalam rangka mendukung tata kelola hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan tidak bisa dinafikan lagi, sejak mulai maraknya aktivitas pembalakan liar dan pengrusakan hutan di Indonesia di masa peralihan orde baru ke masa reformasi, kerja-kerja PI di lapangan sudah memberikan kontribusi yang besar bagi pemerintah, terutama sebagai pemberi data dan informasi terkait kejahatan kehutanan untuk mendukung pemerintah melakukan penegakan hukum dan sebagai masukan untuk memperbaiki peraturan di bidang kehutanan, salah satunya SVLK.

Naiknya kasus-kasus kejahatan kehutanan ke meja peradilan di Indonesia, tidak lepas juga dari kerja-kerja PI selama ini di lapangan. Seperti kasus korupsi kehutanan di Riau, kasus illegal logging Labora Sitorus di Papua, penangkapan 3 orang cukong Malaysia yang melakukan pembalakan liar di perbatasan Indonesia-Malaysia, kasus kebakaran hutan PT. Bumi Mekar Hijau di Sumatera Selatan, dan pengungkapan kasus 80 kontainer berisi kayu illegal di Jawa Timur. Juga banyaknya konsesi yang telah dikeluarkan pemerintah ditengah terbatasnya sumber daya yang dimiliki dalam melakukan pengawasan semakin mengukuhkan pentingnya keberadaan dan peran PI
di Indonesia.

Dalam aturannya, SVLK mewajibkan perusahaan untuk menerapkan perlindungan dan pengamanan hutan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan untuk mengendalikan gangguan hutan. Namun, fakta di lapangan sampai dengan hari ini masih terjadi kebakaran hutan di dalam konsesi perusahaan, ini menandakan masih terdapat perusahaan yang belum sepenuhnya patuh terhadap peraturan danperundang-undangan yang berlaku. Sehingga, fungsi dan peran PI harus tetap ada untuk mengawasi tata kelola hutan di Indonesia. Dalam laporan (EoF tahun 2104 dan analisis JPIK tahun 2015, masih menemukan kebakaran di konsesi perusahaan yang sudah memiliki sertifikat SVLK. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah.

Eyes on The Forest (EoF) aktif di Sumatera, Kalimantan dan PapuaMeskipun peran kami sebagai Pemantau Independen sudah banyak membantu pemerintah selama ini, namun masih belum dimaksimalkan oleh pemerintah. Banyak hambatan yang masih kami hadapi dalam melakukan pemantauan. Terbatasnya data dan informasi yang diberikan oleh pemerintah kepada PI, revisi Perdirjen terkait PI yang belum disahkan hingga detik ini, lemahnya penegakan hukum atas laporan-laporan yang telah disampaikan oleh PI, serta kurangnya fasilitasi pemerintah untuk mendukung keberlanjutan kegiatan pemantauan, menjadi hambatan dan tantangan bagi PI dalam menjalankan perannya untuk mejaga kredibilitas SVLK. Khusus untuk pemantauan SVLK, masih banyak perusahaan yang sulit untuk memberikan akses bagi PI untuk memasuki konsesinya, dan banyak pihak yang masih merasa terganggu dan mempertanyakan dengan keberadaan PI.

Maka dari itu, kami selaku Pemantau Independen merekomendasikan pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk :

  • Transparan dalam penanganan kasus kejahatan kehutanan
  • Memberikan data dan informasi yang lengkap bagi PI, sesuai dengan Annex 9 VPA
  • Menegakan hukum pagi pelaku kejahatan kehutanan
  • Menjamin keamanan bagi PI
  • Memfasilitasi PI untuk mendapatkan peluang keberlanjutan pemantauan

Pemerintah juga harus memperkuat pengawasan terhadap implementasi SVLK dengan memanfaatkan PI. Bagi masyarakat luas, PI juga mengajak untuk ikut berpartisipasi aktif dalam melakukan pemantauan, karena hutan yang dikelola oleh perusahaan merupakan hutan milik negara, maka kita sebagai warga negara berhak untuk tahu apa yang terjadi di dalamnya.

Kontak Untuk Wawancara:
Muhamad Kosar: 081318726321; mkosar@fwi.or.id;
Ian Hilman: 08195694600; ihilman@wwf.or.id;
Muh Ichwan: 081335174892; ichwan.pplh@gmail.com;
Andrianto: 081225217668; andre6309@gmail.com;
Astrid Debora: 081281426007; achied.deb@gmail.com;
Jaya Novyandri: 085368962528; ylbhlink@gmail.com;
Syahrul Fitra: 08116611340; syahrul@auriga.or.id;

Catatan Editor:

  • SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) adalah persyaratan wajib bagi seluruh produsen, pemroses dan eksportir kayu untuk menjalani audit secara independen untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap standar Verifikasi Legalitas yang mencakup kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma-norma penilaian yang dikembangkan melalui suatu proses negosiasi multistakeholder.
  • JPIK (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan) adalah sebuah jaringan independen yang didirikan pada 23 September 2010 oleh 29 LSM dari Aceh hingga Papua. Mandat utama JPIK adalah memantau dan memperkuat SVLK dan pelaksanaannya, sebagai alat utama untuk meningkatkan tata kelola kehutanan dan perdagangan.
  • EoF (Eyes on the Forest) adalah organisasi lingkungan di Riau dan Kalimantan Barat. Koalisi EoF telah melakukan pemantauan deforestasi, illegal logging, kebakaran hutan dan lahan sejak tahun 2004.
  • YCHI (Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia) adalah organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang kelestarian alam dan hutan serta pemberdayaan masyarakat, berdiri pada tanggal 12 November 1997. Sejak Agustus 2015, YCHI mulai melakukan pemetaan rantai industri di Kalimantan bersama Sumpit Kalimantan Selatan, LPMA Borneo Kalimantan Selatan, Stabil Kalimantan Timur, dan Lingkar Borneo Kalimantan Barat
  • PPLH Mangkubumi (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup di Mangkubumi) adalah sebuah forum kelumpok masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi non pemerintah, kelompok pecinta alam, dan kelompok swadaya masyarakat. LSPP Mangkubumi didirikan pada tanggal 8 Agustus 2006 sebagai reaksi dan keprihatinan atas semakin menurunnya daya dukung lingkungan atas pengelolaan sumberdaya alam, hutan, air, sungai, dan sumber-sumber kehidupan.
  • LSPP (Lingkar Studi Pengembangan Pedesaan) merupakan sebuah lembaga pemantau khususnya untuk tata kelola kehutanan di wilayah jawa dan berdiri pada tanggal 30 April 2015. Dalam melakukan pemantauan kehutanan di Jawa, LSPP banyak bekerjasama dengan banyak organisasi non pemerintah dan
    kelompok masyarakat, termasuk perhutani.
  • Auriga Nusantara adalah sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak dibidang pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang berdiri pada tanggal 12 November 2009, sebelumnya bernama Silvagama. Auriga aktif dalam
    mendorong proses perbaikan tata kelola hutan denga pendekatan anti korupsi, termasuk SVLK melalui kajian kebijakan dan pemantauan lapangan.
  • ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) didirikan pada tahun 1993 yang bertujuan untuk mempromosikan kebijakan reformasi melalui perlindungan lingkungan sekaligus meningkatkan kapasitas pemerintah dan masyarakat. ICEL bekerja dengan melakukan penelitian, advokasi, dan pengembangan kapasitas pemerintah dan masyarakat.

Download File : Pernyataan_Pers_PI_addNA