Jakarta, 17 November 2019. Lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (Lisensi FLEGT) sudah berjalan selama tiga (3) tahun setelah ditetapkannya pada bulan November 2016. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) dan organisasi Pemantau Independen lainnya menilai walaupun secara umum FLEGT-VPA berjalan dengan baik masih terdapat persoalan seperti penebangan liar, konflik tata batas, deforestasi, dan penyalahgunaan dokumen angkut hasil hutan. Hal ini merupakan tantangan yang perlu perbaikan untuk memperkuat kredibilitas Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Indonesia menjadi negara pertama yang mendapatkan pengakuan dari Uni Eropa untuk menerbitkan lisensi FLEGT melalui Perjanjian Kemitraan Sukarela atau Voluntary Partnership Agreement (VPA), sehingga ekspor kayu tidak lagi melalui uji tuntas atau Due Diligence. Hal ini merupakan prestasi Indonesia yang patut diapresiasi dan dibaca sebagai keseriusan seluruh pihak di Indonesia dan Uni Eropa terhadap upaya bersama untuk menghadapi perdagangan kayu ilegal, yang bersumber dari kegiatan pengrusakan hutan.

Untuk mencapai insentif perdagangan tersebut, para pemangku kepentingan perlu meningkatkan kerja sama untuk membangun dan menjaga kredibilitas dan akuntabilitas sistem, serta memastikan bahwa dampak yang terjadi karena implementasi VPA dan FLEGT licensing, terutama yang terkait dengan masyarakat adat dan masyarakat lokal,  tidak menimbulkan efek yang negatif.

Muhammad Ichwan, pengkampanye hutan JPIK menegaskan, pengawasan dan penegakan hukum harus ditingkatkan, terutama dalam hal merespon laporan-laporan yang disampaikan oleh pemantau independen, serta dibutuhkan tindakan yang serius dalam menjawab persoalan-persoalan tata batas yang menyebabkan konflik, dan kasus penebangan kayu secara ilegal,

“Butuh perbaikan sistem yang dilakukan secara terus menerus agar kredibilitas dan akuntabilitas SVLK terus meningkat. Akar persoalan yang kini jadi tantangan semua pihak adalah tentang integritas pelaksana SVLK. Meski masih perlu penyempurnaan disisi regulasi yang ada saat ini, serta telah terdapat sistem informasi dan teknologi yang berisi tentang tata niaga kayu, apabila parapihak terkait tidak memiliki integritas, maka kredibilitas SVLK akan perlahan tergerus dan hilang”. Tegas Ichwan

Divisi Kampanye Penyelamatan Hutan PPLH Mangkubumi Provinsi Jawa Timur, Munif Rodaim mengungkapkan, penerapkan Lisensi FLEGT yang telah berjalan lebih dari tiga tahun sudah memberikan dampak yang positif tetapi masih perlu diperkuat terutama dalam hal perbaikan tatakelola kehutanan di Indonesia dan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang masih terjadi. Tindakan hukum dalam skema sertifikasi harus terus ditingkatkan. Pengawasan dan evaluasi harus ditingkatkan juga agar menutup celah seluruh potensi pelanggaran, termasuk memastikan kejelasan asal usul pada rantai suplai kayu yang beredar, khususnya perdagangan kayu antar pulau.

Damas dari Panah Papua menambahkan, “masih terdapat kasus-kasus ketulusuran kayu di Tanah Papua yang diragukan, terutama pada skala izin usaha industri penggergajian kayu. Masih terdapat kasus dimana asal usul kayu belum memberikan kepastian legalitas karena status hutan di Tanah Papua masih belum jelas secara hukum. Secara de facto hutan dimiliki oleh masyarakat adat sedangkan dari sisi legalitas pengelolaan, hutan tersebut belum dikeluarkan dari status hutan negara.”

Selanjutnya Mustam Arif Direktur JURnaL Celebes, mengungkapkan bahwa kasus-kasus perdagangan kayu ilegal masih terjadi dan pihak yang terlibat menggunakan modus-modus yang menyesuaikan situasi dan memanfaatkan celah kelemahan aturan. Salah satu contoh adalah kasus 422 kontainer kayu ilegal dari  Papua dan Papua Barat dan beberapa daerah lain di Indonesia timur yang disita aparat keamanan di Surabaya dan Makassar. Akibat operasi penegakam hukum oleh Kementriaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Polisi Indonesia sebanyak 15 perusahaan kehilangan sertifikat SVLK dan izin industri mereka dicabut. Sementara 6 orang menerima sanksi hukum. Walaupun penegakam hukum cukup berhasil dalam hal ini, proses hukum terhadap kasus-kasus ini harus dikawal dengan baik agar tidak berlarut-larut dan vonisnya harus berat agar menjadi perhatian bagi oknum pelanggar.

JPIK dan kelompok masyarakat sipil pemantau independen mendesak Pemerintah Indonesia, Pemerintah Uni Eropa, Lembaga Sertifikasi dan pelaku usaha di sektor kehutanan dan perdagangannya di Indonesia untuk :

  1. Meningkatkan jaminan kredibilitas dan akuntabilitas system dalam hal ini melakukan pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dan berefek jera, memberikan sanksi pembekuan dan pencabutan sertifikat yang harus ditindaklanjuti dengan pecabutan izin operasi, meningkatkan koordinasi dan sinergitas antar kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum, pemerintah bersama lembaga sertifikasi harus melakukan pengecekan secara ketat terhadap rantai pasok dan peredaran kayu untuk memastikan tidak adanya kayu dari sumber yang tidak bersertifikat, serta peningkatan pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan kayu CITES.
  2. Pemerintah harus memastikan pelaksanaan pelayanan informasi bisa berjalan dengan proses yang cepat, tepat dan efektif. Data dan informasi peredaran kayu yang terdapat di dalam sistem informasi online, terutama Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) harus bisa diakses oleh Pemantau Independen.
  3. Penguatan sistem jaminan legalitas, kelestarian dan keberlanjutan; Pemerintah harus segera melakukan penyempurnaan standar dan pedoman penilaian dengan melibatkan parapihak yang terkait, serta melakukan penguatan penilaian pada aspek yang berkaitan dengan tumpang tindih, deforestasi dan konflik, termasuk mengkaji ulang aturan pelaksanaan penggunaan DKP bagi IKM dan hutan rakyat, serta izin TPT-KB dan TPT-KO;
  4. Menjamin keberlanjutan pemantauan independen; Pemerintah, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus merealisasikan dan menerbitkan peraturan teknis sebagai payung hukum pelaksanaan dukungan pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebagaimana telah diatur dalam Paeraturan Menteri dan Peraturan Ditjen PHPL;
  5. Melakukan pembenahan terhadap peraturan dan kebijakan untuk melindungi hak dan akses masyarakat sekitar hutan sebagai salah satu pemangku kepentingan, serta perbaikan kebijakan untuk memfasilitasi masyarakat adat dalam pengelolaan hutan. Lisensi FLEGT juga harus digunakan Pemerintah Indonesia untuk kepentingan yang lebih besar; termasuk secara paralel melakukan upaya-upaya penyelesaian persoalan konflik, tata batas, pelanggaran hak azasi manusia, dan penindakan pelaku yang menyebabkan terjadinya perusakan hutan atau kerugian lingkungan hidup secara luas, khususnya yang disebabkan oleh konversi hutan ilegal ataupun yang menyebabkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.
  • Uni Eropa sebagai penerima kayu dari Indonesia harus memastikan penanganan kasus yang berkaitan dengan EUTR berjalan efektif, termasuk melakukan pencegahan terjadinya pencucian kayu dari Indonesia dan/atau kayu yang didapatkan melalui pihak yang tidak jelas asal usulnya. Pihak Uni Eropa juga harus meningkatkan jaminan dengan memastikan kayu-kayu yang berasal dari Indonesia, bersumber dari hutan yang dikelola secara lestari dan berkelanjutan.

Download dokumen Pers Release

Catatan Editor:                                               

  • JPIK adalah Jaringan Independen Kehutanan Indonesia yang disetujui dan dideklarasikan pada 23 September 2010. Saat ini JPIK terdiri dari 54 Organisasi Non pemerintah yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Dibentuknya JPIK merupakan komitmen dari masyarakat sipil Indonesia untuk berkontribusi aktif menuju tata kelola kehutanan yang lebih baik.
  • SVLK adalah Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia.
  • Lisensi FLEGT memberikan jaminan bahwa kayu yang berasal dari negara VPA telah dipanen, diproses dan diekspor sesuai dengan hukum nasional yang berlaku. Lisensi FLEGT bertujuan untuk memenuhi persyaratan pemeriksaan diperbatasan dan tidak ditujukan sebagai label produk. Otoritas pemberi lisensi FLEGT di negara mitra mengeluarkan lisensi FLEGT untuk pengiriman kayu dan produk kayu yang diekspor ke negara Uni Eropa, surat itu dijadikan sebagai bukti bahwa pengiriman sudah sesuai secara hukum.
  • Catatan kritis Pemantau Independen dapat diunduh ditautan berikut ini; https://jpik.or.id/catatan-kritis-pemantau-independen-perbaikan-sistem-harus-dilakukan-secara-terus-menerus-agar-kredibilitas-dan-akuntabilitas-svlk-terus-meningkat/

Kontak Wawancara:

Muh.Ichwan, JPIK : 0815 5650 859; ichwan.jpik@gmail.com

Munif Rodaim, PPLH Mangkubumi: 0822 1304 5602; pplhmangkubumijatim@gmail.com

Damas, Panah Papua: 0852 4394 4735; damianussay@gmail.com

Mustam Arif, Direktur JURnaL Celebes: 0812 4151 6663; mustamarif@gmail.com