Rapat Koordinasi LIU (Indonesia) dengan 28 Competent Authority Uni Eropa, 30 September 2016Oleh : Mariana Lubis|Kepala Sub Direktorat Notifikasi Ekspor dan Impor Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Perjanjian FLEGT-VPA (Forest Law Enforcement, Governance and Trade – Voluntary Partnership Agreement) antara Republik Indonesia dengan Uni Eropa adalah dalam rangka mewujudkan komitmen bersama penanggulangan illegal logging dan perdagangannya yang terkait serta meningkatkan penegakan hukum dan penata kelolaan hutan, melalui pengaturan kembali mekanisme perdagangan produk perkayuan antar kedua negara.  Dengan perjanjian ini, hanya produk perkayuan yang terjamin legalitasnya (verified legal) yang diekspor oleh Indonesia ke Uni Eropa; dan hanya produk perkayuan yang terjamin legalitasnya yang diterima oleh pasar Uni Eropa (28 negara) dari Indonesia.

FLEGT-VPA merupakan bagian dari rencana aksi Uni Eropa untuk menanggulangi praktek illegal logging dan perdagangannya yang terkait. Dengan rencana aksi ini, Uni Eropa memiliki peraturan yang disebut EU-TR (European Union Timber Regulation – EUTR), dimana importir (yang biasa disebut operator) hanya diperbolehkan menempatkan produk kayu yang legal di pasar UE. Untuk itu, setiap importir harus melakukan proses uji tuntas ( due diligence) untuk membuktikan bahwa poduk yang diimpornya berasal dari sumber yang legal.

Dalam rencana aksi ini UE juga mengajak negara supplier (mitra dagangnya) untuk bermitra secara sukarela dalam kerangka FLEGT-VPA.  Jika perjanjian dimaksud diimplementasikan, negara supplier tersebut akan mendapatkan (FLEGT-Licence)/lisensi FLEGT dari Uni Eropa.  Dengan lisensi FLEGT, setiap produk yang diperjanjikan akan dapat memasuki pasar Uni Eropa tanpa melalui proses due diligence.

Tidak diberlakukannya due diligence bagi importir jika mengimpor produk berlisensi FLEGT; memberikan kemudahan importir karena menghemat waktu dan biaya serta memperoleh kepastian barang yang diimpor bisa masuk Uni Eropa dapat karena telah dijamin legalitasnya.  Dengan kemudahan ini, diharapkan importir akan lebih memilih produk ber FLEGT-Licence dibandingkan yang tidak ber FLEGT-Licence, sehingga akan meningkatkan permintaan produk ber-FLEGT-licence.  Meningkatnya permintaan, akan meningkatkan ekspor dari negara tersebut.

Indonesia mulai bernegosiasi dengan UE sejak 2007.  Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan kebijakan soft approach dalam pemberantasan illegal logging; dianggap mampu memenuhi persyaratan EU-TR untuk mendapatkan FLEGT-Licence. SVLK merupakan Forest Certification and Timber Legality Assurance System Indonesia; yang dibangun dan dikembangkan melalui pendekatan multistakeholder berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.  Pembahasan terhadap SVLK dimulai tahun 2003.  Setelah melalui pembahasan yang panjang, SVLK kemudian ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P38/2009 (terakhir dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.30/2016) tentang penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin, hak pengelolaan atau pada hutan hak.

Peraturan ini bersifat mandatory untuk seluruh pelaku usaha yang memanfaatkan hasil hutan kayu mulai dari hulu (hutan) sampai ke hilir (industri dan pedagang).  Dengan ketentuan ini, setiap pelaku usaha harus mendapatkan sertifikat, sesuai dengan standar yang ditetapkan.  Sertifikat merupakan bukti kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.  Dengan sertifikat tersebut, eksportir dapat melakukan ekspor menggunakan Dokumen V-Legal.  Dokumen V-Legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk yang diekspor adalah produk yang diproduksi secara legal.

Negosiasi dalam kerangka FLEGT-VPA memakan waktu panjang.  Sejak dimulai 2007, negosiasi baru dapat difinalkan 2011.  Namun demikian, meski negosiasi sudah final, pengakuan UE terhadap SVLK yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian, baru dilaksanakan 30 September 2013.  Setelah penandatanganan tersebut kemudian dilanjutkan dengan ratifikasi di kedua pihak pada tahun 2014.  Dengan ratifikasi, secara de jure perjanjian FLEGT-VPA antara Indonesia da Uni Eropa berlaku sejak Mei 2014.

Berlakunya perjanjian FLEGT-VPA bukan berarti Indonesia sudah mendapatkan FLEGT-Licence.  Sesuai dengan perjanjian Pasal 14 ayat 5 e, yang berhak menetapkan dimulainya Lisensi-FLEGT adalah Komite Implementasi Bersama – Joint Implementation Committee (JIC) yang merupakan komite tertinggi dalam perjanjian FLEGT VPA Indonesia Uni Eropa.

Melalui berbagai evaluasi penerapan  SVLK di Indonesia, serta kesiapan untuk menerima FLEGT Licence di pihak Uni Eropa; maka pada pertemuan JIC ke-5 di Yogyakarta pada 15 September 2016, diputuskan bahwa Indonesia dapat menerbitkan Lisensi-FLEGT pada 15 Nopember 2016.  Dengan keputusan tersebut, Dokumen V-Legal yang diterbitkan untuk tujuan Uni Eropa; sejak 15 Nopember 2016 akan berfungsi sebagai Lisensi-FLEGT.

Selengkapnya lihat Newsletter JPIK Edisi V , Mariana Lubis (2016, November). Indonesia Negara Pertama Menerbitkan FLEGT-Licence ke Uni Eropa, halaman 4-5.