TEMPO.CO , Surabaya :  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kecewa karena tidak dilibatkan Kementerian Perdagangan dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 66 Tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. “Kemendag tidak pernah berkordinasi dengan kami,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Justianto, Kamis 15 Oktober 2015.

Agus menyatakan hal itu dalam Workshop Media untuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang digelar AJI Surabaya dan WWF. Dalam draft revisi Permendag 66 itu, Kemendag tidak mewajibkan industri kecil menengah berbasis kayu memiliki sertifikat legalitas kayu. Bila akan ekspor, IKM cukup membuat deklarasi diri (deklarasi ekspor) bahwa kayu tersebut berasal dari hutan lestari alias legal.

Padahal sesuai Permendag 97/2014, mekanisme DE hanya akan dilaksanakan sampai 31 Desember 2015. Berikutnya, per 1 Januari 2016 seluruh IKM kayu yang ekspor harus memiliki Sertifikat Legalitas Kayu. Permendag 97 tersebut, kata Agus, merupakan kesepakatan 3 Menteri yakni Menteri LHK, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Deklarasi Ekspor merupakan kebijakan transisi bagi IKM yang belum bersertifikat legalitas kayu sebagai dokumen ekspor yang berlaku sejak 1 Januari-31 Desember 2015.

Agus menjelaskan, berubahnya kebijakan SVLK akan membuat Indonesia dianggap tidak konsisten. Sebab Indonesia sudah bersepakat dengan Uni Eropa untuk memberlakukan SVLK.

Dampaknya, kata Agus, produk IKM kayu Indonesia tidak akan diterima oleh Eropa. Padahal Eropa menjadi pasar terbesar ekspor mebel dan kerajinan kayu yakni sekitar 40 persen. “Kemendag hanya meliberalisasi perdagangan, tapi tak peduli dengan kelestarian hutan.”

Communicationt Advisor Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Robert Wijaya, mengatakan, Asmindo mendukung sepenuhnya penerapan SVLK bagi IKM kayu. SVLK,  membuat IKM ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian hutan dan tertib membuat legalitas usaha.

Bila SVLK dihapus, Robert justru khawatir kepercayaan pembeli akan merosot. “Hutan di Indonesia juga makin habis karena penebangan liar,” kata dia.

Pada tahun 2014, kata Robert, produk mebel telah memberikan devisi negara sebesar US$ 2,6 miliar, dengan rincian US$ 1,8 miliar dari mebel dan US$ 800 juta produk kerajinan.

—–

sumber: bisnis.tempo.co