Realisasi bauran energi di Indonesia tertinggal dari target yang ditetapkan. Dari 2018 hingga 2022, peningkatan bauran energi sangat tidak signifikan. Pada 2023, realisasi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai 12,5 persen, jauh dari target yang ditetapkan yaitu 17,9 persen. Peningkatan realisasi dari 2021 ke 2022 hanya 0,1 persen dan dari 2022 ke 2023 hanya 0,2 persen. Diperkirakan Indonesia akan gagal mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025 karena masih tertinggal sekitar 10 persen.
Menjelang pengesahan, target bauran energi nasional kemungkinan akan diturunkan menjadi 19 hingga 22 persen pada 2025, seperti yang disebutkan dalam RPP KEN. Untuk meningkatkan capaian bauran energi nasional, biomassa dijadikan prioritas kedua setelah energi surya. Pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan diatur dalam RPP KEN dan juga dimasukkan ke dalam RUU EBET sebagai klaster energi terbarukan.
Tenaga surya diidentifikasi sebagai prioritas utama karena potensinya yang besar dan dampak lingkungan yang lebih kecil. Meskipun pemanfaatan biomassa sering kali dilakukan secara tidak optimal, ia tetap dijadikan prioritas kedua. Biomassa, termasuk kayu dan limbah pertanian, dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang dapat menggantikan energi fosil batu bara.
Pasalnya, baik biomassa yang dihasilkan dari perkebunan kayu, hutan tanaman industri, hutan tanaman energi, perkebunan kelapa sawit bahkan termasuk limbah industri seperti kernel sawit dan sawdust (serbuk gergaji), merupakan komoditas yang bernilai tinggi. Sudah bukan lagi berupa potensi yang belum tergarap atau bahkan limbah yang bernilai rendah. Bahkan, limbah dari industri sawit (kernel) dan olahan sawdust dalam bentuk wood pellet merupakan komoditas ekspor.
Tidak heran capaian bauran energi sangatlah rendah karena konstelasi permasalahan biomassa yang lebih tinggi dibanding pengembangan energi terbarukan lain. Sarat dengan kepentingan bisnis para aktor di perusahaan kehutanan, perkebunan kelapa sawit, dan batu bara yang disinyalir juga turut terlibat dalam mengutak-atik kebijakan bauran energi nasional.
Biomassa dengan sekelumit kepentingannya untuk menjadi energi terbarukan akan dimanfaatkan oleh PLN sebagai pengganti energi batu bara sebanyak 5 sampai 10 persen di 52 PLTU di Indonesia. Dalam dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN berencana memanfaatkan biomassa yang berasal dari sekam padi, kernel sawit, serbuk gergaji, wood pellet, dan serpihan kayu (wood chip) untuk dibakar menggantikan batu bara. PLN kemudian akan mengklaim langkah ini sebagai upaya pengurangan emisi dari sektor energi dan terlibat aktif dalam pasar bebas karbon dengan berhasil mengurangi konsumsi batu bara.
Asimetris Informasi masih menjadi potret implementasi pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia. Potret ini akan dihadapkan langsung dengan realitas yang pahit. Aktor, Kebijakan, dan Implementasi proyek biomassa masih digandrungi bayang-bayang bisnis semata. Proyek biomassa sebagai energi terbarukan ibarat “jauh panggang dari api”, tidak menjawab apapun soal perubahan iklim, pengurangan emisi, dan bauran energi nasional. Pemanfaatan biomassa menuai kritik tajam dari berbagai organisasi masyarakat sipil. Biomassa dinilai tidak tepat sebagai sumber energi terbarukan di Indonesia.