Hutan dan sumberdaya alam di tanah Papua sedang tidak baik-baik saja. Deforestasi, illegal logging, perusakan alam, konflik, marginalisasi, dan eksklusi masyarakat adat masih terus terjadi. Minimnya pengakuan hak masyarakat adat atas hutan dan ruang hidupnya menjadi akar masalahnya. Inisiatif kebijakan dan regulasi untuk affirmative action atas hak Orang Asli Papua (OAP) telah dilakukan baik melalui kebijakan Otonomi Khusus, Peraturan Daerah maupun regulasi lainnya untuk memastikan pengelolaan hutan dan alam di Papua menjadi pintu gerbang peningkatan kesejahteraan dan kedaulatan OAP.

Namun dalam praktiknya, OAP masih belum sepenuhnya menjadi subjek pengelola utama kekayaan hutan dan alamnya. Dalam kasus pengelolaan kayu hasil hutan di tanah Papua, adanya SVLK dan pengaturan legalitas hasil hutan lainnya, masih sering dilanggar dan abaikan oleh korporasi dan industri berbasis sumberdaya alam di Papua. Akibatnya, ancaman deforestasi dan kerusakan hutan berikut dampak multidimensi krisis sosial, ekonomi dan ekologisnya semakin nyata terjadi. Dibutuhkan sikap dan tindakan yang lebih serius untuk segera proses pengakuan hak masyarakat adat atas hutan dan wilayahnya di Papua, sebagai landasan mengembalikan model pengelolaan hasil hutan dan sumberdaya
alam yang mandiri dan berdaulat oleh OAP dan masyarakat adat di Papua.

Mengingat kekhasan topografi, sejarah, sistem sosial-budaya dan keragaman agroekologi di tanah Papua diperlukan “Rambu-Rambu” sebagai pemandunya, terutama terkait dengan kepekaan atas dimensi sosio-antropologi masyarakat adat di Papua, sehingga diperlukan basis data yang valid, akurat dan otoritatif, salah satunya melalui etnografi kritis tentang adat. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pengakuan hutan dan wilayah adat di Papua, tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah baru dalam jangka panjang. Di sisi lain, upaya menguatkan pengelolaan hasil hutan dan kekayaan alam melalui SVLK berbasis adat juga masih membutuhkan syarat-syarat utamanya, baik disisi keselarasan peraturan pusat dan daerah, insentif dan penghargaan bagi konsistensi pihak-pihak pelaksana SVLK berbasis adat, untuk mendorong Pemda-Pemda agar membuat regulasi penggunaan barang jasa menggunakan produk yang ber-SVLK adat, mematuhi rambu-rambu pengakuan hutan dan wilayah adat dan memastikan SVLK adat di Papua mampu mengantisipasi sekaligus dapat memenuhi/menjawab lima tantangan pasca pengakuan hutan dan wilayah adat, yakni: (1) Akses yang adil bagi semua lapisan sosial masyarakat adat atas sumber agraria dan kekayaan alam lainnya, terutama kelompok rentan dan marjinal; (2) Memastikan peningkatan produktivitas sumber agraria dan kekayaan alam yang telah diakui secara legal; (3) Memastikan pemerataan dan keadilan distribusi keuntungan (benefit) di seluruh lapisan sosial masyarakat adat yang diperoleh dari sumber agraria dan kekayaan alam yang telah diakui secara legal; (4) Mampu mendorong dan memastikan penguatan ulang identitas dan sistem adat terjadi; (5) Menjadi mekanisme pemicu (trigger mechanism) untuk mendorong dan memastikan pengakuan utuh atas masyarakat adat. Bukan semata hutannya, tapi juga wilayah, kelembagaan dan eksistensinya (sistem nilai-budaya, kepercayaan, pengetahuan termasuk tata ruang adat).

Download Policy Paper di sini