Industri sawit Indonesia menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan lingkungan, termasuk dampak deforestasi dan regulasi global seperti EUDR. Pertumbuhan ekonomi daerah penghasil sawit tidak sejalan dengan ekspansi lahan, sementara legalitas dan sertifikasi keberlanjutan masih rendah. Pemerintah juga kehilangan potensi pajak akibat praktik korupsi dalam perizinan, dan rencana biodiesel B35-B50 berpotensi meningkatkan deforestasi.

Inpres No. 8/2018 tentang moratorium izin sawit sempat diterapkan untuk meningkatkan tata kelola sawit dan produktivitas tanpa ekspansi, tetapi kebijakan ini tidak diperpanjang pasca-2021. Kajian ekonomi menunjukkan bahwa moratorium disertai replanting lebih menguntungkan dibandingkan ekspansi, baik dari segi PDB, pajak, maupun daya saing ekspor. Dengan pendekatan ini, proyeksi output ekonomi hingga 2045 mencapai Rp30,5 triliun dan menciptakan 827 ribu lapangan kerja, dibandingkan ekspansi sawit yang justru memberikan dampak negatif.

Analisis daya dukung lingkungan menemukan bahwa luas optimal sawit di Indonesia adalah 18,15 juta hektare. Banyak lahan sawit saat ini berada di area yang tidak sesuai, terutama di Sumatera dan Kalimantan yang sudah melebihi kapasitas ekologis. Oleh karena itu, masyarakat sipil mendorong kebijakan penghentian izin baru, konsolidasi data, peningkatan produktivitas, dan tata kelola yang berkelanjutan, guna memastikan keberlanjutan ekonomi sekaligus menekan emisi karbon.

Download policy paper bahasa indonesia 

Download versi bahasa inggris