Bogor, 8 Mei 2015. Komisi Informasi Pusat mengabulkan permohonan informasi FWI. Keputusan ini dibacakan oleh ketua majelis komisioner dalam sidang sengketa informasi antara FWI dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Setelah diterimanya amar putusan, KLHK harus mematuhi putusan dan segera menyerahkan data yang dimohonkan.

Putusan majelis komisioner tersebut menunjukan bahwa Komisi Informasi serius dalam menjalankan amanah Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008. Meskipun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki diinternal Komisi Informasi Pusat (KIP), keputusan ini patut diapresiasi karena KIP kali ini telah cermat dalam membedakan informasi yang terbuka dan yang dikecualikan. Informasi yang dimohonkan FWI kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan informasi dasar agar masyarakat dapat membedakan antara kegiatan legal dan illegal dalam pemantauan pemanfaatan hutan.

Proses yang telah FWI dan JPIK lalui membuktikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih belum sepenuhnya terbuka dalam akses informasi publik yang berimplikasi terhadap buruknya tata kelola hutan. “Hampir setahun kami berjuang agar bisa mendapatkan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, padahal jelas-jelas informasi yang dimohonkan adalah dokumen publik yang harusnya dibuka tanpa harus melalui sidang sengketa informasi.” Tegas Linda Rosalina, Pengkampanye FWI.

“Sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menutupi data dan informasi secara jelas bertolak belakang dengan pernyataannya sendiri yang menyatakan bahwa masyarakat menjadi unsur penting yang mampu menyampaikan informasi berbagai macam pelanggaran di lingkup lingkungan hidup dan kehutanan. Sistem dan mekanisme pelayanan pengaduan yang dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan percuma jika informasi dasarnya tidak dibuka.” tutur Linda

Hal senada diungkapkan oleh Zainuri Hasyim, Dinamisator JPIK, “Data dasar berupa RKUPHHK, RKTUPHHK, RPPBI, dan IPK sangat dibutuhkan bagi pemantau independen dalam melakukan pemantauan terhadap SVLK. Pemantau independen yang bertugas menjaga kredibilitas SVLK tidak akan bisa bekerja secara efektif karena tidak adanya data pendukung atas temuan pelanggaran yang terjadi di lapangan”. Zainuri menambahkan bahwa, “Putusan sidang ini sudah tepat, sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus segera menyerahkan data yang dimohonkan.

Catatan Editor :

  • Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. FWI ditunjuk sebagai Sekretariat Nasional JPIK melalui pertemuan deklarasi pembentukan JPIK pada tahun 2010.
  • JPIK adalah Jaringan Pemantau Independen Kehutanan yang telah disepakati dan dideklarasikan pada tanggal 23 September 2010 oleh 29 LSM dan Jaringan LSM dari Aceh sampai Papua. Pembentukan JPIK sebagai wujud dari komitmen untuk ikut berkontribusi aktif dalam mendorong tata kepemerintahan kehutanan yang baik dengan memastikan kredibilitas dan akuntabilitas dari implementasi SVLK.
  • Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian.
  • RKUPHHK (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahunan, antara lain memuat aspek kelestarian hutan, kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat. (Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.56/Menhut-II/2009 jo. P. 24/Menhut-II/2011; Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.62/Menhut-II/2008 jo. P.14/Menhut-II/2009).
  • Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) yang disusun berdasarkan RKUPHHK. (Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.56/Menhut-II/2009 jo. P. 24/Menhut-II/2011; Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.62/Menhut-II/2008 jo. P.14/Menhut-II/2009).
  • Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu (RPBBI) adalah rencana yang memuat kebutuhan bahan baku dan pasokan bahan baku yang berasal dari sumber yang sah serta pemanfaatan/penggunaan bahan baku dan produksi sesuai kapasitas izin industri primer hasil hutan dan ketersediaan jaminan pasokan bahan baku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang merupakan sistem pengendalian pasokan bahan baku. (Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.9/Menhut-II/2012).
  • Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disebut IPK adalah izin untuk menebang kayu dan/atau memungut hasil hutan bukan kayu sebagai akibat dari adanya kegiatan izin non kehutanan antara lain dari kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan telah dilepas, kawasan hutan produksi dengan cara tukar menukar kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan dengan izin pinjam pakai, dan dari Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan. (Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.62/Menhut-II/2014).

 

Kontak Untuk Wawancara:
Linda Rosalina, Pengkampanye FWI
Email: linda@fwi.or.id; Telepon: +628889044794

Zaenuri Hasyim, Dinamisator Nasional JPIK
Email: zhasyim@gmail.com; Telepon: +628159086006

logo jpik logo_fwi